Wakaf Manfaat Asuransi? Ini Fatwa DSN-MUI

 

JAKARTA, BWI.or.id—Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) telah mengeluarkan fatwa mengenai wakaf manfaat asuransi. Dalam fatwa bernomor 106 Tahun 2016 tentang Wakaf Manfaat Asuransi dan Manfaat Investasi pada Asuransi Jiwa Syariah itu, DSN-MUI membolehkan wakaf manfaat asuransi dan manfaat investasi pada asuransi jiwa syariah apabila sesuai dengan syarat dan ketentuan yang termaktub dalam fatwa.

 

Demikian yang disampaikan oleh Wakil Ketua Umum Badan Pelaksana Harian DSN-MUI Fathurrahman Djamil dalam seminar bertajuk “Wakaf Manfaat Asuransi dan Investasi pada Asuransi” di Jakarta, pada Kamis (23/2/2017).

 

Fathurrahman menjelaskan tiga jenis konsep wakaf di asuransi. Pertama, wakaf sebagai model asuransi, di mana tabarru fund yang sekarang ada dalam asuransi syariah itu sebagai dana wakaf. Mekanismenya, antara lain sebelum orang ber-tabbaru, perusahaan membentuk dana wakaf. Kemudian orang ber-tabarru dan dana tabarru itu dimasukkan ke dalam dana wakaf fund, bukan tabarru fund.

 

Kedua, wakaf polis yakni polis yang sudah jadi dan berada di tangan pemegang polis, manfaatnya diwakafkan kepada nazhir wakaf. Polis yang diterima nazhir wakaf berasal dari asuransi konvensional maupun asuransi syariah.

 

Ketiga, wakaf sebagai fitur produk asuransi syariah yakni produk yang dibuat perusahaan asuransi syariah di mana manfaat investasi dan manfaat asuransi diniatkan untuk diwakafkan.

 

Sementara itu, manfaat asuransi adalah sejumlah dana yang bersumber dari dana tabarru atau kumpulan dana yang berasal dari kontribusi peserta yang dimaksudkan untuk membayar santunan kepada peserta yang mengalami musibah atau pihak lain yang berhak.

 

“Manfaat investasi adalah sejumlah dana yang diserahkan kepada peserta program asuransi yang berasal dari kontribusi investasi peserta dan hasil investasinya,” kata Fathurrahman.

 

Menurutnya, manfaat investasi milik peserta atau nasabah asuransi boleh diwakafkan. Sedangkan manfaat asuransi pada dasarnya tidak boleh diwakafkan apabila bukan milik peserta karena satu dan lain hal. Kendati begitu, ada beberapa pengecualian sehingga wakaf diperbolehkan.

 

“Kecuali pihak yang ditunjuk/semua para pihak calon penerima manfaat asuransi berjanji untuk mewakafkan sebagian manfaat asuransi tersebut dan ketentuan lain yang diatur dalam fatwa,” tuturnya.[]

 

Facebook
WhatsApp
Twitter
LinkedIn
Pinterest

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *