Ketika Wakaf Uang Menjadi Gaya Hidup

Jakarta – Indonesia dikenal sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di seantero jagad. Namun, dalam banyak hal, umat Islam Indonesia kerap kali jauh tertinggal dibanding negara-negara Muslim lainnya. Salah satunya, Indonesia tertinggal dalam pengelolaan wakaf. Padahal, potensi wakaf di negeri ini sungguh luar biasa. ”Kita agak terlambat dalam mengembangkan potensi wakafnya,” ungkap Ketua Badan Pelaksana Badan Wakaf Indonesia (BWI), Prof KH Tholhah Hasan.  Negara-negara lain telah mengembangkan wakaf uang sejak lama. Tak hanya itu, di beberapa negara Islam, wakaf uang telah menjadi bagian dari gaya hidup. Umat Islam di negeri ini tampaknya memang harus belajar dari negara lain yang telah sukses mengembangkan wakaf uang.  Di Mesir, misalnya, Universitas Al-Azhar mampu menjalankan aktivitasnya secara mandiri dengan menggunakan dana wakaf. Universitas itumengelola gudang atau perusahaan di Terusan Suez.

Selaku nazir, atau pengelola wakaf,  Universitas Al-Azhar  hanya mengambil hasil dari investasi wakaf uang untuk keperluan pendidikan. Pengelolaan wakaf uang yang sangat  profesional yang dikembangkan Universitas Al-Azhar ahkan sanggup menalangi operasional pemerintah negeri piramida itu.

Dikabarkan pemerintah Mesir sempat meminjam dana wakaf Al-Azhar untuk operasionalnya. Al-Azhar juga sanggup mendatangkan para mahasiswa Muslim dari berbagai penjuru dunia dengan beasiswa yang dihasilkan dari pengelolaan wakaf. Selain Al-Azhar, Universitas Zaituniyyah di Tunis, serta Madaris Imam Lisesi di Turki mampu bertahan berkat pengelolaan wakaf tunai yang profesional.

Negara Muslim lainnya yang telah mengembangkan pengelolaan wakaf secara profesional adalah Qatar dan Kuwait. Di kedua negara itu, dana wakaf tunai sudah berbentuk bangunan perkantoran.  Areal tersebut disewakan dan hasilnya digunakan untuk kegiatan umat Islam.

”Bahkan warga Qatar sudah menganggap wakaf uang itu sebagai gaya hidup dan budaya,” ujar Wakil Ketua BWI, Mustafa Edwin Nasution. Di Qatar, tutur dia, sudah tersedia mesin anjungan tunai mandiri (ATM) khusus untuk berwakaf uang. Gerakan wakaf uang itu didukung sepenuhnya oleh pemerintah.
“Jadi, ATM di sana bukan hanya untuk mengambil uang saja. Namun ada juga ATM khusus wakaf uang,” papar Mustafa.

Sementara itu, seperti halnya di Qatar, orang-orang di Kuwait juga melakukan hal yang sama yaitu memberikan wakaf uang kepada lembaga wakaf yang ada di negara tersebut. “Bahkan, hasil wakaf uang dari Kuwait bisa dirasakan di Indonesia, yaitu banyaknya pembangunan masjid di berbagai wialayah di Indonesia merupakan bantuan dari wakaf uang negara Kuwait,” kata Mustafa menandaskan.

Bahkan, di Kuwait pengelolaan wakaf telah ditangani sebuah kementerian. Kementerian Wakaf Kuwait pun melakukan penertiban semua manajemen wakaf yang ada di negera itu. Pada 1993, kementrian wakaf di negeri petro dolar itu membentuk semacam persekutuan wakaf untuk menanggung semua beban wakaf, baik itu wakaf lama maupun mendorong terbentuknya wakaf baru.

Kuwait kerap kali memberikan bantuan dana untuk pembangunan masjid di Indonesia. Semua dananya berasal dari keuntungan pengelolaan wakaf uang. Kuwait Public Waqf Foundation (al-Amanah al-Aamah li al-Awqaf) menempatkan perwakafan sebagai instrumen ekonomi dan jaminan sosial.

Penerima wakaf dari masyarakat dilakukan dengan cara yang mudah, di antaranya melalui Mobil Banking, Short Massege Service (SMS) dan kios wakaf, lalu dikelola secara profesional melalui beberapa sektor pengembangan ekonomi.

Pengelolaan wakaf  yang profesional juga terjadi di negara jiran, Singapura. Sejatinya, Singapura bukanlah negeri berpenduduk mayoritas  Muslim minoritas. Namun, umat Islam di negara itu berhasil membangun harta wakaf secara inovatif.  WARESS Investment Pte Ltd,  telah berhasil mengurus dan membangun harta wakaf secara profesional, di antaranya, membangun apartement 12 tingkat dan berhasil membangun proyek perumahan mewah yang diberi nama The Chancery Residence.

Selain itu, di Singapura, badan wakafnya telah membangun  business center .  Business center itu kemudian disewakan untuk para pengusaha di negara tersebut. Keuntungan dari penyewaan itu masuk ke kas wakaf untuk dikelola lagi. Jika ada niat dan kemauan, umat Islam di Indonesia pun sesungguhnya bisa melakukan hal yang sama, bahkan lebih hebat lagi. (heri ruslan/rpblk)

Facebook
WhatsApp
Twitter
LinkedIn
Pinterest

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *