Jakarta – Ganti rugi atas tanah wakaf yang kena gusur untuk kepentingan publik tidak hanya berbentuk tanah pengganti alias tukar guling. Bahkan, ganti rugi juga bisa berupa penyertaan modal atau saham pada perusahaan yang akan mengelola infrastruktur untuk kepentingan publik, seperti jalan tol. Aturan main ini tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
RUU Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum menyebutkan bahwa yang berhak menerima ganti rugi adalah pemegang hak. Dalam konteks wakaf berarti nadzir.
Alternatif bentuk ganti rugi ini akan diputuskan dalam musyawarah antara pihak yang memerlukan tanah dengan pihak yang terkena pengadaan tanah. “Musyawarah ini akan difasilitasi oleh Panitia Pengadaan Tanah,” kata Ketua Tim Teknis Penyusunan RUU Binsar Simbolon.
Jika musyawarah sudah mencapai sepakat mengenai bentuk dan besaran ganti rugi, pihak yang memerlukan tanah wajib melakukan pembayaran dalam waktu 60 hari. “Apabila ganti rugi dalam bentuk selain uang, jangka waktu sesuai dengan kesepakatan,” ujar Binsar.
Hakim Mahkamah Agung Abdurrahman mengatakan bahwa ganti rugi berupa saham jauh lebih baik. Soalnya, “Pemilik lahan akan mendapatkan sumber penghasilan yang berkesinambungan,” kata dia. (uji/kntn)