Jakarta – Rumah Sakit Indonesia segera berdiri di Gaza, Palestina. Kini pembangunan rumah sakit bantuan rakyat Indonesia melalui Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) mulai dilakukan di atas sebidang tanah wakaf yang berlokasi di Bayt Lahiya, Gaza Utara. “Pada 29 Juni 2010 yang lalu, Ketua DPR RI telah melakukan peletakan batu pertama pembangunan Rumah Sakit Indonesia di Bayt Lahiya,” kata Ketua Presidium MER-C, Jose Rizal Jurnalis di kantornya, Jakarta.
Dia mengatakan, pembangunan rumah sakit ini ditargetkan selesai dalam waktu selama satu hingga dua tahun ke depan. “Kalau lancar bisa dalam waktu satu tahun,” kata dia.
Menurut dia, dalam rancang bangunannya, Rumah Sakit ini memiliki ukuran 60 X 60 meter. “Kita bangun dengan bentuk segi delapan, dan punya basement bawah tanah,” kata dia.
Dia mengaku, sejauh ini dana yang tersedia di MER-C untuk pembangunan rumah sakit di Gaza itu sekitar Rp 13 miliar. Dana tersebut semua berasal dari bantuan murni rakyat Indonesia yang disumbangkan ke MER-C.
“Semua berasal dari rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke, tidak ada bantuan dari asing,” kata dia.
Untuk merealisasikan pembangunan rumah sakit ini, MER-C telah melakukan perundingan dan negosiasi dengan pemerintah Palestina. Di antaranya berdiskusi dengan Perdana Menteri Palestina, Ismail Haniya dan lembaga-lembaga setempat.
Selain itu, MER-C juga melakukan pertemuan dan diskusi dengan para ahli Palestina. Dari berbagai pertemuan dan diskusi itu, rancang bangun rumah sakit Indonesia mengalami perubahan.
“Rancang bangun RS Indonesia membutuhkan penyesuaian, yaitu ruang bawah tanah (basement) dan struktur pondasi untuk empat lantai,” kata dia.
“Penyesuaian ini akan membuat perkiraan biaya pembangunan membengkak dua kali lipat. Kita butuh sekitar Rp 20 miliar sampai Rp 30 miliar.”
Dia menambahkan, awalnya MER-C keberatan dengan pembangunan basement itu. Namun, setelah bernegosiasi dan mempertimbangkan keperluannya, akhirnya menyetujui dengan konsekuensi pembengkakan biaya. “Basement di sana sangat penting. Israel sering menembaki rumah sakit, masjid, dan ambulance. Sehingga basement diperlukan untuk perlindungan pasien dan storage,” kata dia.
Untuk bahan bangunan, tambah dia, tidak mengalami kendala. Bahan bangunan bisa didatangkan dengan mudah dari negara tetangga Palestina, seperti Mesir. “Pengiriman bahan baku bangunan lancar melalui terowongan, ada dari Mesir. Tapi juga ada dari Israel, karena kalau masalah dagang, Israel lupa perang,” kata dia.
Kini, ada beberapa relawan MER-C yang tinggal di Palestina untuk mengerjakan pembangunan rumah sakit tersebut. Para relawan itu tidak menerima bayaran atas pekerjaannya. “Kami hanya menanggung keluarganya di sini. Sekitar Rp1,5 juta sampai Rp2 juta untuk keluarganya per bulan,” kata dia. (hs/viva)