Jadi Pembicara Global Waqf Confrence ke 11, Ketua BWI Profesor NUH Ajak Pegiat Wakaf Internasional Ubah Paradigma Wakaf

Puluhan orang dari berbagai negara mengikuti perhelatan Global Waqf Conference  yang ke 11 di kampus Istanbul Sabahattin Zaim University, Istanbul, Turki  Pada Kamis (07/09/2023).

Dalam acara tersebut, Ketua Pelaksana Badan Wakaf Indonesia Prof. Mohammad NUH. DEA menjadi salah satu pembicara yang hadir untuk menyampaikan materi tentang wakaf.

Mantan Menteri Pendidikan periode 2009-2014 memaparkan kegiatan perwakafan dalam perspektif input-output system terdiri atas aktivitas pengumpulan harta wakaf, pengelolaan harta wakaf, dan penyaluran manfaat harta wakaf. Pihak utama yang terlibat dalam proses input-output ini adalah wakif, nazhir, dan penerima manfaat. Namun, nazhir menempati posisi paling sentral di antara mereka.

“Perspektif Input-output system perwakafan itu terdiri atas gumpulan harta wakaf, pengelolaan harta wakaf, dan penyaluran manfaat harta wakaf,” Ujar M. NUH.

Sebagai pihak yang menerima amanah harta benda wakaf dari wakif, nazhir seringkali lebih berfokus pada kegiatan meningkatkan jumlah wakif dan harta benda wakaf. Keberhasilan wakaf lebih condong diukur dari besarnya harta benda wakaf yang berhasil dikumpulkan oleh nazhir dari para wakif.

Adapun proses pengelolaan harta benda wakaf dan kegiatan penyaluran manfaat wakaf seringkali kurang mendapatkan perhatian yang memadai.

Pada kesempatan tersebut, Ketua Badan Wakaf Indonesia Prof. Mohammad Nuh. DEA  mengajak para nazhir dan semua pegiat wakaf dari berbagai negara untuk menggeser paradigma yang terlalu fokus pada penghimpunan tersebut. Hal itu ia sampaikan dalam kesempatan sebagai salah satu pembicara kunci dalam gelaran Global Waqf Conference di Istanbul, pada Kamis, 7 September 2023, di kampus Istanbul Sabahattin Zaim University.

“Paradigma itu saya sebut sebagai wakaf 1.0,” kata Nuh dalam presentasi berbahasa Inggris di hadapan delegasi dari berbagai negara yang hadir.

Prof. Nuh mengajukan tiga paradigma wakaf baru untuk melengkapi paradigma wakaf 1.0 yang hanya berfokus pada pengumpulan harta benda wakaf.

Paradigma wakaf 2.0 menekankan agar kegiatan pengelolaan harta benda wakaf melahirkan nilai tambah. Nilai tambah ini menjadi nilai lebih dari pengelolaan harta benda wakaf dibandingkan dengan pengelolaan harta benda nonwakaf. Nazhir harus berupaya mewujudkan nilai tambah ini. Demikian penjelasan Nuh.

Selanjutnya, jelas Nuh, dalam paradigma wakaf 3.0, manfaat yang dihasilkan dan disalurkan kepada masyarakat harus optimal. Nazhir diharapkan bisa memberikan manfaat dari harta benda wakaf sebesar-besarnya kepada masyarakat.

Terakhir, menurut Nuh,paradigma wakaf 4.0 menginginkan wakaf bisa meningkatkan status penerima manfaat menjadi wakif. Oleh karena itu, nazhir harus mampu menyiapkan program penyaluran manfaat wakaf yang sifatnya pemberdayaan kepada para penerimanya.

Reporter: Nurkaib

Facebook
WhatsApp
Twitter
LinkedIn
Pinterest

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *