Caplok Tanah Wakaf, Warga Tuntut Anggota Dewan

 

Aceh | Puluhan warga Kemukiman Keude Krueng Geukueh, Kab. Aceh Utara menyeret anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK), HY ke Pengadilan Negeri Lhokseumawe. Puluhan warga yang mendatangi pengadilan meminta hakim menegakkan keadilan atas perkara pengalihan tanah aset masyarakat, tanah negara dan tanah wakaf yang dialihkan menjadi milik pribadi. Anggota DPRK Aceh Utara yang pernah menjabat Geuchik Keude Krueng Geukueh 1995 – 2003 itu dituding membuat sertifikat tanah palsu atas nama para keluarganya. "Dia membuat sertifikat palsu atas tanah milik masyarakat, negara dan wakaf," kata Sekdes Keude Krueng Geukueh, Rusli Ibrahim.

 

Dari sejumlah sertifikat itu, 20 warga kehilangan atas hak tanahnya, di antaranya Razali Saad, Dedi Kusuma, Bukhari, Dahlan, Syakubat, Dahri Ibrahim, M. Zulfadli H. Zubir, Ummi Kalsum, Edi Dansyah, Abdullah dan Razali.

Menurut mantan Geuchik sebelumnya, Ummi Kalsum, tanah yang dialihkan hak miliknya itu adalah tanah negara dan milik masyarakat. "Selama saya menjadi Geuchik saya tak pernah menjual sejengkal pun tanah ini. Sedangkan saat dia jadi Geuchik, tanah-tanah milik saya dibuatnya sertifikat atas nama orang lain," katanya, Senin (3/3).

Dalam sidang pemeriksaan terhadap terdakwa dipimpin Hakim Ketua, Nurhakim, terdakwa mengatakan pada 2001 ada prona (pembuatan sertifikat tanah gratis/pemutihan). "Sejumlah sertifikat yang dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Aceh Utara itu merupakan permohonan dari warga," katanya.

Yasin mengaku tidak tahu kalau kemudian sertifikat yang dikeluarkan itu atas nama orang lain, sebab dirinya menandatangani formulir pengajuan sertifikat tanah itu di atas blanko kosong. "Saat itu saya jarang ke kantor, karena sering kontak senjata," lanjutnya.

Geuchik HY mengajukan 70 formulir sertifikat, dan hanya 50 ke luar. Sejumlah sertifikat itu bermasalah, di antaranya milik Marliah, Nuriman, Abubakar, Salamah, Marzukiah, Yunus Ibrahim dan Yasin. Katanya, sertifikat itu sudah dibatalkan.

Penasehat hukum terdakwa, Effendi Idris, SH, MBA yang dikonfirmasi Waspada menjelaskan, ini merupakan kasus penuntutan warga atas pemalsuan tanda tangan formulir permohonan pembuatan sertifikat secara sporadik bagi sebagian tanah di Keude Krueng Geukueh.

Di sini sudah terjadi 12 pemalsuan tanda tangan di atas formulir permohonan. "Siapa pemalsunya kami tidak tahu, dan di mana tanda tangan itu dipalsukan juga tidak tahu. Yang jelas, sertifikat itu sudah dikembalikan." (wspd/ags)

Facebook
WhatsApp
Twitter
LinkedIn
Pinterest

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *