Peranan Perbankan Syariah dalam Implementasi Wakaf Uang

Oleh Mulya E. Siregar, Direktur Perbankan Syariah Bank Indonesia.

 

Wakaf telah lama dikenal masyarakat muslim sebagai salah satu bentuk amal jariyah yang berperan penting bagi pengembangan sosial, ekonomi dan budaya dalam rangka untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu bentuk wakaf yang akhir-akhir ini mulai banyak diperkenalkan adalah wakaf uang. Wakaf uang sebagai salah satu alternatif atas pengentasan kemiskinan telah diterapkan di beberapa Negara Islam. Terutama di Bangladesh[1] wakaf telah dikelola oleh Social Investment Bank Ltd (SIBL) yang mengembangkan pasar modal sosial (social capital market)[2] pada sector voluntary, wakaf uang membuka peluang unik bagi penciptaan investasi di bidang keagamaan, pendidikan dan pelayan social. Tabungan dari warga yang berpenghasilan tinggi dapat dimanfaatkan melalui penukaran Sertifikat Wakaf Uang. Sedangkan pendapatan  yang diperoleh dari pengelolaan wakaf uang tersebut dapat dibelanjakan untuk berbagai tujuan yang berbeda seperti pemeliharaan harta-harta wakaf itu sendiri. Disamping itu, wakaf uang juga dapat berfungsi sebagai investasi yang strategis untuk menghapuskan kemiskinan dan menangani ketertinggalan di bidang ekonomi serta bidang pendidikan, riset dan kesehatan.

 

Adanya pergeseran bentuk harta/benda wakaf menjadi lebih likuid seperti uang telah berdampak luas. Pergeseran itu telah dapat mengubah pandangan dan kebiasaan lama, di mana seolah-olah kesempatan melakukan wakaf hanya dapat melalui asset tetap berupa tanah atau bangunan. Perubahan lain adalah pandangan lama bahwa berwakaf harus bernilai besar menjadi sirna. Dengan bentuk uang, wakaf dapat dilakukan dengan nilai kecil tertentu, yang tentunya menjadi lebih dapat dilakukan oleh semua golongan. Adanya dukungan pemerintah berupa penerbitan UU No 41 tahun 2004 tentang Wakaf yang salah satu isinya mengakomodasikan untuk dilakukannya wakaf uang, telah semakin membuka kesempatan masyarakat di semua golongan (tidak hanya orang kaya) untuk dapat ikut serta berwakaf.

 

Meningkatnya peluang dan ketertarikan masyarakat untuk berwakaf uang merupakan suatu potensi yang besar untuk dimanfaatkan dengan baik demi kesejahteraan umat. Terwujudnya kesejahteraan umat melalui wakaf uang tentunya tidak terlepas dari pengelolaan dana wakaf oleh nazhir melalui jaringan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang ditunjuk oleh Menteri Agama. Perbankan syariah adalah salah satu LKS yang dapat melakukan penerimaan wakaf uang serta menjadi tempat pengelolaan dana wakaf oleh nazhir. Dengan berbagai kelebihan yang dimilikinya, antara lain luasnya jaringan kantor berserta jaringan ATM-nya, SDM yang handal serta terjaminnya dana wakaf oleh Lembaga Penjamin Simpanan, telah menjadikan perbankan syariah memiliki potensi yang luar biasa untuk ikut serta mengoptimalkan pengumpulan dan pengelolaan wakaf. Tidaklah berlebihan apabila harapan umat saat ini digantungkan kepada pundak perbankan syariah terkait pelaksanaan wakaf uang. Peranan perbankan syariah dalam pelaksanaan wakaf uang menjadi dipertaruhkan demi kelangsungan wakaf uang itu sendiri, maupun untuk optimalisasi kesejahteraan umat.

 

A.    Wakaf Uang

 

Yang dimaksud dengan Wakaf sebagaimana dimaksud UU No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf Pasal 1 adalah perbuatan hukum Wakif (pihak yang mewakafkan harta benda miliknya) untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah. Harta benda yang dapat diwakafkan merupakan harta yang dimiliki dan dikuasai oleh Wakif meliputi (i) benda bergerak berupa hak atas tanah; bangunan; hak milik atas rumah susun; serta benda tidak bergerak lainnya sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (ii) benda bergerak adalah harta benda yang tidak bisa habis karena dikonsumsi berupa uang; logam mulia; surat berharga; kendaraan; hak atas kekayaan intelektual; hak sewa dan benda bergerak lainnya sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

Berdasarkan Fatwa MUI tentang Wakaf Uang yang ditetapkan pada 11 Mei 2002, Wakaf Uang didefinisikan sebagai wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai, dengan termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga.  Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh) dan hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar’ie. Nilai pokok Wakaf Uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan atau diwariskan. Dalam sejarah Islam, praktek wakaf uang (waqf an-nuqud) telah berkembang dengan baik pada abad kedua Hijriyah. Bahkan, salah seorang ulama terkemuka dan peletak kodifikasi hadists (tadwinal hadits) yaitu Imam Az Zuhri (w.124 H) mengeluarkan fatwa yang berisi anjuran melakukan wakaf atas Dinar dan Dirham agar dapat dimanfaatkan sebagai sarana pembangunan, dakwah, sosial, dan pendidikan umat Islam. Caranya adalah dengan menjadikan uang tersebut sebagai modal usaha (modal produktif) kemudian menyalurkan keuntungannya sebagai wakaf[3].

 

B.    LKS-Penerima Wakaf Uang dan Pengelolaan Wakaf Uang

 

Sebagaimana diatur dalam UU No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf pasal 28, penerimaan wakaf uang dapat dilakukan melalui Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU) yang ditunjuk oleh menteri. Pengertian LKS sebagaimana pasal 1 angka 9 pada PP No. 42 tahun 2006 adalah badan hukum Indonesia yang bergerak di bidang keuangan syariah. LKS dimaksud haruslah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada PP No. 42 tahun 2006 pasal 24 ayat (3) yaitu : LKS yang telah mendapatkan penunjukan oleh Menteri sebagai LKS–PWU,  menyampaikan permohonan dan memperoleh rekomendasi dari otoritas pengawasnya, merupakan badan hukum dan memiliki anggaran dasar, memiliki kantor operasional di wilayah RI, bergerak di bidang keuangan syariah, serta memiliki fungsi menerima titipan (wadiah). Dalam hal ini, perbankan syariah yaitu BUS, UUS dan BPRS, secara umum dapat memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditetapkan.

 

Pengelolaan dan pengembangan atas harta benda wakaf uang sebagaimana dimaksud pasal 48 dalam PP No. 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan UU no. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, hanya dapat dilakukan melalui investasi pada produk-produk LKS dan atau instrument keuangan syariah. Pengertian investasi sendiri dalam UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah pasal 1 angka 24 menyebutkan adalah dana yang dipercayakan oleh nasabah kepada Bank Syariah dan/atau UUS berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dalam bentuk Deposito, Tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Termasuk dalam pengertian bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu adalah investasi dengan akad mudharabah muqayyadah.

 

Pengelolaan dana wakaf uang berupa investasi produk-produk LKS di luar bank syariah dapat dilakukan sepanjang diasuransikan pada asuransi syariah sebagaimana dimaksud pada pasal 48 ayat (5) dalam PP No. 42 Tahun 2006 tentang  Pelaksanaan UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.

 

C.     Bank Syariah, Tujuan dan Fungsi, serta Keunggulannya

 

Bank Syariah sebagai salah satu LKS PWU memiliki dasar hukum yaitu UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, dimana dijelaskan bahwa Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (pasal 1 angka 7). Tujuan dari bank syariah adalah untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan rakyat (pasal 3), dengan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat (pasal 4 ayat 1).

 

Disamping melaksanakan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat  di atas, bank syariah juga dapat melakukan fungsi social berupa penerimaan dana zakat, infak, sedekah dan hibah, serta menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat (pasal 4 ayat 2). Selain itu, bank syariah dapat menghimpun wakaf uang dan meneruskannya kepada nazhir yang ditunjuk (pasal 4 ayat 3).

 

Dalam melaksanakan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat, termasuk dalam pelaksanaan wakaf uang, terdapat beberapa produk bank syariah yaitu :

a.     Menghimpun dana masyarakat, termasuk menerima wakaf uang

1.     Giro wadiah adalah simpanan yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran dan penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, dimana akad penghimpunan dananya menggunakan akad wadiah, yaitu merupakan akad penitipan uang antara pihak yang mempunyai uang dan pihak bank syariah yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga keselamatan, keamanan, serta keutuhan uang.

2.     Tabungan wadiah merupakan simpanan yang penarikannya banya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang disepakati, dimana akad penghimpunan dananya menggunakan akad wadiah, merupakan akad penitipan uang antara pihak yang mempunyai uang dan pihak bank syariah yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga keselamatan, keamanan, serta keutuhan uang.

b.     Menyalurkan dana masyarakat, termasuk investasi/pengelolaan wakaf uang

1.     Tabungan mudharabah adalah simpanan dengan akad kerjasama antara nasabah sebagai pemilik dana (shahibul mal) dan bank syariah yang bertindak sebagai pengelola dana (mudharib) dengan membagi keuntungan usaha sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam akad.

2.     Deposito mudharabah adalah simpanan dengan akad kerjasama antara nasabah sebagai pemilik dana (shahibul mal) pada bank syariah yang bertindak sebagai pengelola dana (mudharib) yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu menurut perjanjian antara pemilik dana dan bank yang bersangkutan, dan membagi keuntungan usaha sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam akad.

3.     Mudharabah muqayyadah merupakan akad mudharabah dengan pembatasan yaitu suatu bentuk kerjasama antara shahibul mal dan mudharib dengan adanya pembagian keuntungan atas usaha sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam akad, dimana cakupannya dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis.

 

Terkait dengan pelaksanaan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat, khususnya  menghimpun wakaf uang dan meneruskannya kepada nazhir, terdapat beberapa keunggulan Bank Syariah yaitu:

1.     Jaringan Kantor Bank Syariah tersebar luas di wilayah Republik Indonesia, sehingga memungkinkan lebih banyak masyarakat untuk dapat menyetorkan wakaf uang pada rekening nazhir di kantor Bank Syariah terdekat. Sampai dengan Maret 2010 terdapat 8 BUS, 25 UUS dan 143 BPRS dengan jumlah jaringan kantor sebanyak 1472 Kantor yang tersebar di 33 propinsi. Dari jumlah bank syariah tersebut, saat in terdapat 5 Bank syariah yang telah menjadi LKS-PWU yaitu : Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah, Bank DKI Syariah, dan Bank Syariah Mega Indonesia.

2.     Fasilitas beberapa Bank Syariah yang relative lengkap seperti tersedianya jaringan ATM yang banyak tersebar, SMS Banking, Internet Banking, Phone Banking, dan fasilitas auto debet dari rekening nasabah, dapat memudahkan masyarakat untuk melakukan setoran wakaf uang. Saat ini bank syariah memiliki lebih dari 10.000 fasilitas ATM, baik ATM sendiri maupun ATM bersama.

3.     SDM Bank Syariah yang professional akan menjamin dana wakaf uang yang diterima dan dikelola melalui bank syariah, akan dilakukan secara optimal, amanah, jujur dan transparan, sehingga diharapkan dapat memaksimalkan manfaat dari pengelolaan wakaf uang.

4.     Dana Wakaf Uang yang berada di Bank Syariah, baik berupa dana titipan (wadiah) nazhir maupun dana kelolaan (mudharabah) nazhir, merupakan bagian dari dana pihak ketiga bank syariah yang dijamin oleh Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS). Dengan demikian, dana wakaf uang di bank syariah menjadi lebih aman dan terjamin dibandingkan apabila dana wakaf uang dikelola di luar bank syariah.

 

D.    Implementasi Wakaf Uang pada Bank Syariah

 

Implementasi wakaf uang pada bank syariah dapat dilakukan dalam bentuk penerimaan wakaf uang berdasarkan akad wadiah melalui jaringan kantor bank, ATM, internet banking, atau sarana elektronik lainnya sebagai berikut:

 

1.     Penerimaan Wakaf Uang (akad wadiah)

a.       Melalui Jaringan kantor bank,

Diawali dengan pembukaan rekening nazhir dalam bentuk Tabungan wadiah atau Giro wadiah  pada Bank Syariah yang telah ditunjuk oleh Menteri Agama sebagai LKS-PWU, sebagai awal bentuk realisasi kerjasama antara nazhir dengan LKS-PWU. Selanjutnya Bank Syariah sebagai LKS-PWU mengumumkan kepada publik (pasal 25 PP No. 42 tahun 2006) melalui media apapun mengenai keberadaan produk wakaf uang beserta seluruh detail fiturnya antara lain pilihan denominasi, kelompok masyarakat yang akan menjadi penerima manfaat wakaf uang, deskripsi nazhir, proyek tertentu yang akan dibiayai oleh wakaf uang (apabila ada).

 

Masyarakat yang bermaksud mewakafkan uang (wakif), selanjutnya dapat menunaikan wakaf uang dengan cara menyetorkan sejumlah uang tunai kepada nazhir melalui rekening giro atau tabungan wadiah pada bank syariah dimaksud. Sebagaimana ketentuan pasal 22 ayat (3) PP No. 42 Tahun 2006, sebelumnya wakif akan mengisi formulir pernyataan kehendak wakif yang berfungsi sebagai Akta Ikrar Wakaf (AIW), disamping memenuhi syarat administrasi berupa penjelasan kepemilikan dan asal-usul uang yang akan diwakafkan. Di akhir proses, wakif akan mendapatkan Sertifikat Wakaf Uang (SWU) sebagai bukti setoran wakaf uang dari bank syariah yang memuat keterangan sekurang-kurangnya: nama LKS penerima wakaf uang, nama wakif, alamat wakif, jumlah wakaf uang, peruntukan wakaf, jangka waktu wakaf, nama nazhir yang dipilih, alamat nazhir yang dipilih, dan tempat serta tanggal penerbitan Sertifikat Wakaf Uang.

b.    

      Melalui jaringan ATM, Internet Banking, atau electronic equipment lainnya,

Bank syariah sebagai LKS–PWU tentunya dapat memaksimalkan penggunaan berbagai fasilitas yang dimilikinya untuk menerima dan menghimpun dana wakaf uang dari masyarakat. Melalui jaringan ATM, Internet Banking maupun electronic equipment lainnya, diharapkan para calon wakif dapat menjadi lebih mudah untuk menunaikan pelaksanaan wakaf uang.

 

Dalam hal, bank syariah sebagai LKS-PWU dapat menyediakan menu wakaf uang dalam jaringan fasilitas electronic equipment-nya, maka calon wakif yang menggunakan fasilitas electronic equipment-nya, dapat menemukan cara penunaian wakaf uang yang sangat mudah dengan alternative pilihan sbb :

1)    Alternative nominal wakaf uang dalam rupiah.

2)    Alternative nama nazhir yang telah bekerjasama dengan LKS-PWU terkait.

Dengan Jangka waktu wakaf uang secara permanen dan ditujukan untuk kesejahteraan umum. Bukti transfer wakaf uang melalui fasilitas electronic equipment tersebut, selanjutnya dapat dijadikan dasar wakif untuk meminta Sertifikat Wakaf Uang (SWU) di bank syariah terkait.

 

2.     Pengelolaan Wakaf Uang

 

Pengelolaan wakaf di Indonesia telah mengalami tiga periode besar pengelolaan wakaf[4] yaitu pertama adalah periode tradisional dimana wakaf diperuntukkan bagi pembangunan fisik seperti masjid, pesantren dan kuburan sehingga kontribusi sosial belum begitu terasa; kedua adalah periode semi profesional  dimana wakaf dikelola secara produktif namun belum dilakukan secara maksimal, sebagai contoh pembangunan masjid yang ditambah dengan bangunan toko dan gedung pertemuan untuk acara pernikahan, seminar dan lain-lain; dan ketiga, merupakan periode profesional yang ditandai dengan pemberdayaan potensi wakaf masyarakat secara produktif yang meliputi aspek: manajemen, SDM kenazhiran, pola kemitraan usaha, bentuk benda wakaf yang mulai berkembang lebih likuid seperti uang, saham dan surat berharga lainnya.

 

Dana wakaf uang yang terkumpul dapat dikelola atau diinvestasikan secara tidak langsung atau secara langsung oleh nazhir ke berbagai sektor usaha yang halal dan produktif[5] melalui produk-produk perbankan syariah sebagai berikut :

 

a.       Investasi Wakaf Uang Secara Tidak Langsung Melalui Tabungan atau Deposito Mudharabah

Atas dana wakaf uang yang terkumpul dalam giro/tabungan wadiah atas nama nazhir di bank syariah, maka nazhir berkewajiban untuk mengelola dana wakaf uang secara professional dan transparan. Untuk itu, nazhir dapat menanamkan dana wakaf uang dimaksud ke dalam bentuk tabungan/deposito mudharabah di bank syariah dimaksud dengan nisbah bagi hasil yang disepakati kedua belah pihak. Dalam hal dana wakaf uang memiliki jangka waktu tertentu (sementara atau tidak permanen), maka penanaman dana wakaf uang hanya dapat dilakukan di dalam bank syariah terkait.

 

Selanjutnya dana yang ditanamkan oleh nazhir dalam bentuk tabungan/deposito mudharabah, akan disalurkan oleh bank syariah melalui pembiayaan ke berbagai usaha sector riil yang halal, sehingga nazhir dapat memperoleh bagi hasil dari bank syariah. Bagi hasil yang diterima oleh nazhir dari bank syariah akan dikurangi oleh biaya operasional dan bagian untuk nazhir terlebih dahulu sebelum bagi hasil bersihnya akan disampaikan kepada pihak-pihak yang telah ditetapkan sebagai penerima manfaat atas wakaf uang (mauquf alaih).

 

b.       Investasi Wakaf Uang Secara Langsung Melalui Mudharabah Muqayyadah

Dalam hal nazhir memiliki alternative penanaman dana wakaf uang di luar bank syariah, nazhir dapat menggunakan produk bank syariah dengan akad mudharabah muqayyadah. Dengan skim produk ini, nazhir dapat menetapkan beberapa persyaratan atau kualifikasi tertentu terkait dengan pengelolaan dana wakaf uang. Berdasarkan persyaratan tersebut, bank syariah akan mencari mudharib atau proyek yang sesuai. Selanjutnya nazhir akan melakukan negosiasi dan kesepakatan dengan calon mudharib, termasuk menetapkan nisbah bagi hasil dan kewajiban pertanggungan dari asuransi syariah. Berdasarkan kesepakatan tersebut, bank syariah, atas perintah nazhir, dapat menyalurkan dana wakaf uang ke dalam proyek yang disepakati sebagai satu bentuk investasi dana wakaf uang yang dipilih langsung oleh nazhir.

 

Bagi hasil yang diperoleh dari proyek tersebut, akan dikurangi untuk dikurangi biaya operasional dan bagian nazhir, sebelum diteruskan kepada pihak-pihak yang telah ditetapkan sebagai penerima manfaat atas wakaf uang (mauquf alaih).

 

E.     Implementasi Investasi Wakaf Uang Secara Langsung

 

Pada implementasi wakaf uang secara langsung maka penyerahan wakaf uang dari wakif kepada pada account Nazhir di Bank Syariah dilakukan dengan akad Wadiah yang selanjutnya dapat ditempatkan pada tabungan atau deposito mudharabah. Dana Wakaf yang dihimpun oleh Bank Syariah semula didapatkan dengan akad wadiah kemudian dikelola oleh nazhir dengan penempatan pada tabungan mudharabah atau deposito mudharabah  atau nazhir dapat mengelola dana wakaf yang terhimpun di bank syariah dengan akad mudharabah muqayadah yang disalurkan langsung kepada proyek-proyek sektor riil. Wakif akan menerima Sertifikat Wakaf Uang (SWU) bila jumlah dana yang diwakafkan mencapai Rp.1juta. 

 

Dalam implementasi investasi wakaf uang secara langsung ini terdapat beberapa alternatif  misalnya dalam proyek pembangunan rumah toko atau ruko maka nazhir dapat meminta bank syariah untuk mencarikan pihak ketiga untuk bermudharabah muqayyadah dengan nazhir  dalam rangka pembangunan ruko diatas tanah wakaf yang dikelola nazhir dimana bank syariah akan menerima fee. Perjanjian kerja sama antara nazhir dengan pihak ketiga untuk membangun Ruko dan mengelola Ruko ditetapkan dalam jangka waktu tertentu, misalnya 15 tahun. Pihak ketiga akan mengembalikan pembiayaan mudharabah dalam rangka pembangunan Ruko tersebut dengan mencicil dan dari hasil pengelolaan Ruko pihak ketiga membayarkan bagi hasil selama 15 tahun pada account nazhir yang ada di bank syariah.  Bagi hasil yang terkumpul dari ruko dan usaha-usaha lain akan disalurkan oleh nazhir untuk kepentingan mawquf  ‘alaih. Selanjutnya setelah 15 tahun kontrak pengelolaan Ruko  berakhir, maka Ruko dapat dikelola langsung oleh nazhir dan keuntungannya untuk mawquf ‘alaih. Manfaat dari implementasi investasi wakaf uang dengan akad mudharabah muqayyadah adalah nazhir terhindar dari resiko ketidak profesionalan dalam pembangunan dan pengelolaan Ruko termasuk proses pencatatan semua transaksi dapat dilakukan dengan cermat oleh bank syariah.

 

Nazhir dapat memanfaatkan keahlian bank syariah dalam mencarikan orang-orang yang profesional di bidangnya, sehingga pembangunan ruko dan pengelolaan ruko dilakukan secara profesional bisnis untuk kemaslahatan yang optimal. Dengan melibatkan bank syariah maka akan terjadi juga keterlibatan banyak pihak yang secara masing-masing ahli dibidangnya, sehingga akan terwujud tatakelola yang baik  (good governance) mulai dari aspek transparansi, pertanggungjawaban, akuntabilitas, kewajaran (fairness), dan independensi dalam pengambilan keputusan atau terhindar dari pengaruh kepentingan pribadi atau kepentingan pihak lainnya. Adanya proses tata kelola yang baik dan profesionalisme dalam implementasi investasi wakaf uang secara langsung akan memberikan waktu yang cukup dalam proses pembelajaran bagi Nazhir. Inilah indahnya Ekonomi Syariah: “Berbagi Dalam Kebersamaan”  dan indahnya hadist “Serahkan Pekerjaan Pada Ahlinya”, sehingga implementasi wakaf uang akan benar-benar memberikan kemaslahatan yang optimal dan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan umat.

 

 

Daftar Pustaka

Djunaidi, Achmad dan Al-Asyhar “Menuju Era Wakaf Produktif : Sebuah Upaya Progresif untuk Kesejahteraan Umat”  Mitra Abadi Press, Desember, 2005.

Mannan, “Sertifikat Waqf Tunai, Sebuah Inovasi Instrumen Keuangan Islam”  CIBER bekerjasama dengan PKTTI-UI, 2001.

Nafis, Cholil, “Wakaf Uang untuk Jaminan Sosial” dalam Al-Awqaf, Volume II, No.2 April, 2009.

Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah

Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf

PP No. 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan UU no. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.

Peraturan Badan Wakaf Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Harta Benda Wakaf Bergerak Berupa Uang.

 

 

 


[1] Prof. Dr. M.A. Mannan; “Sertifikat Waqf Tunai, sebuah Inovasi Instrumen Keuangan Islam” CIBER bekerjasama dengan PKTTI-UI, hal:50-51

[2] social capital market adalah tempat terjadinya transaksi bagi kegiatan amal, dimana seseorang pada tempat tersebut dapat menentukan arah penggunaan dari amal yang diserahkannya. Misal: dalam konteks wakaf uang, wakif dapat menentukan penggunaan dana wakaf tersebut sesuai dengan kehendaknya seperti untuk pembangunan jalan, pembangunan sekolah, pembangunan rumah sakit, dan lain sebagainya.

[3] Achmad Djunaidi & Thobieb Al-Asyhar; “Menuju Era Wakaf Produktif:sebuah Upaya Progresif untuk Kesejahteraan Umat” Mitra Abadi Press, Desember 2005, Hal:27

[4]  Dr. Muh. Syafii Antonio, M.Sc , Pengantar Pengelolaan Wakaf Secara Produktif dalam Achmad Djunaidi & Thobieb Al-Asyhar, “Menuju Era Wakaf Produktif : sebuah Upaya Progresif untuk Kesejahteraan Umat” Mitra Abadi Press, Desember, 2005

[5]  H.M. Cholil Nafis, MA, ”Wakaf Uang untuk Jaminan Sosial” dalam  Al-Awqaf, Volume II, No.2, April 2009

Facebook
WhatsApp
Twitter
LinkedIn
Pinterest

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *