Badan Wakaf Indonesia Tegaskan Wakaf Uang Tidak Sepeserpun Masuk ke Kas Negara

Pemerintah kini sedang gencar mendorong masyarakat untuk berwakaf. Hal tersebut tentu bukan tanpa alasan.

Kementerian Keuangan memaparkan potensi wakaf di Indonesia mencapai Rp217 triliun. Angka itu setara dengan 3,4 persen dari produk domestik bruto (PDB).

Namun, literasi wakaf di Indonesia masih sangat rendah, yakni 54,48 persen. Realisasi itu masih lebih rendah dari pemahaman masyarakat mengenai zakat yang mencapai 66,78 persen.

Selama ini, banyak orang berpikir wakaf adalah ibadah yang mahal. Wakaf adalah ibadah yang hanya bisa dilakukan oleh orang kaya.

Sebagian orang hanya tahu bahwa harta yang bisa diwakafkan adalah tanah menganggur atau aset tak bergerak. Kemudian, aset itu akan digunakan untuk membangun kuburan massal, madrasah, sekolah, atau masjid.

Dengan pengertian itu, maka rasanya mustahil bagi masyarakat kelas menengah atau menengah ke bawah untuk berwakaf. Jangankan mengikhlaskan tanah menganggur, masyarakat kelas menengah atau menengah bawah saja masih banyak yang belum punya rumah sendiri.

Jadi, kalau pun mereka punya aset berupa tanah tak terpakai, otomatis tanah itu akan dibangun rumah sendiri. Inilah yang membuat wakaf masih belum berkembang di Indonesia.

Lantas apa sebenarnya arti wakaf dan dampaknya bagi ekonomi negara?

Arti Wakaf

Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Mohammad Nuh menjelaskan wakaf adalah menyerahkan aset yang memiliki nilai kepada pengelola wakaf alias nadzir. Nantinya, nadzir yang akan mengurus harta wakaf, sehingga hasilnya bisa dinikmati oleh orang yang berhak menerima wakaf atau mauquf ‘alaih.

Wakaf sifatnya berbeda dengan zakat. Jika seseorang membayar zakat, maka 100 persen dana itu langsung diberikan kepada orang yang berhak menerima.

Sementara, harta wakaf tidak boleh dibagikan kepada penerima. Sebagai contoh, seseorang memberikan wakaf berupa tanah.

Tanah itu tidak boleh langsung diberikan kepada orang yang berhak menerima. Tapi, tanah itu harus dikelola agar mendapatkan keuntungan. Nantinya, keuntungan itu yang dibagikan kepada mereka yang berhak.

“Kalau wakaf itu induk, induk tidak boleh dibagi. Jadi pokok dari wakaf tidak bisa dibagi. Sebagai contoh orang berwakaf ayam, ayam itu tidak bisa diberikan ke orang, tapi harus diternak, hasilnya telor, itu yang boleh dibagikan,” ungkap M. Nuh dilansir dari CNNIndonesia.com, Senin (26/10).

Facebook
WhatsApp
Twitter
LinkedIn
Pinterest

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *