Penulis : H. Hendri Tanjung, Ph.D
Pengalaman menunjukkan bahwa variable spiritual sangat erat kaitannya dengan kinerja organisasi. Perjalanan bisnis Ir Sholah Athiyyah membuktikan hal itu. Sebagaimana diceritakan dalam youtube yang ditayangkan oleh Indonesia Dermawan dari Yayasan Global Wakaf, kisah ini bermula dari kampung kecil bernama Tafahnah Al Ashraf, daerah Mit Ghamr Ad Daqahliyah, sebelah Timur Kairo, Mesir.
Ada 9 orang sarjana miskin lulusan pertanian. Mereka sepakat membuat sebuah peternakan unggas, sembari mencari mitra ke-10. Namun mereka terbentur modal. Dengan sekuat tenaga mereka mengumpulkan modal dari hasil menjual tanah, perhiasan istri hingga meminjam. Meski tidak banyak terkumpul, namun mencukupi untuk memulai usahanya. Pertanyaan tersisa, siapa mitra ke-10?
Akhirnya, Ir Sholah menemukan mitra ke-10, yaitu Allah. Keuntungan yang diperoleh akan diberikan kepada Allah sebesar 10 persen, dengan perjanjian Allah yang akan memberikan perlindungan dan pemeliharaan serta keamanan dari segala wabah penyakit. Kesepakatan kerja sama tersebut ditulis secara rinci dan dicatatkan ke notaris, lengkap dengan peran mitra ke-10 tersebut. Tak disangka, setelah satumusim, bisnis mereka langsung meroket, jauh dari yang dibayangkan sebelumnya.
Kemudian mereka kembali bersepakat untuk menambah jatah keuntungan yang diberikan kepada Allah menjadi 20 persen di musim kedua, dan begitu seterusnya hingga mencapai 50 persen. Lalu, kemana keuntungan mitra ke-10 itu dialokasikan? Dimulai dengan membangun sekolah dasar Islam putra, lalu putri, sekolah menengah putra, lalu putri, kemudian madrasah Aliyah putra, lalu putri. Karena keuntungan terus membanjir, akhirnya dibentuklah baitul maal.
Mereka mengajukan ke pemerintah, untuk membangun universitas di kampung. Awalnya ditolak dengan alasan tiadanya akses bagi para mahasiswa. Namun, mereka tetap mengajukan pembangunan universitas lengkap dengan stasiun kereta beserta jalurnya dengan biaya mandiri. Akhirnya permintaan ini disetujui. Pertama dalam sejarah Mesir, berdiri sebuah universitas di perkampungan kecil. Inilah yang menjadi cikal bakal cabang universitas Al azhar Tafahnah.
Semakin berkembang, dibangunlah fakultas kedua, ketiga, keempat, hingga asrama putri dengan kapasitas 600 kamar, lalu asrama putra dengan kapasitas 1.000 kamar. Tiket kereta apipun igratiskan untuk mempermudah transportasi menuju kampung tersebut. Tak cukup hanya itu, dibangun baitul maal berikutnya, hingga hilang kemiskinan di daerah tersebut. Program ini diduplikasi ke kampung-kampung lain hingga bias dikatakan, tak ada kampung yang disinggahi Ir. Sholah Athiyyah kecuali dibangun baitul maal untuk warga.
Bantuanpun diberikan untuk fakir miskin dan para janda. Pemuda pengangguranpun dilatih untuk mengelola perkebunan sayur hingga mandiri, bahkan sampai bias mengekspor ke negara tetangga. Pada saat panen raya, seluruh penduduk dikirimi paket sayur. Di hari pertama Ramadhan diadakan buka puasa bersama untuk seluruh penduduk desa. Mereka memasak dan hadir ke lapangan yang dipenuhi beraneka makanan. Disiapkan juga perabotan bagi gadis-gadis yatim yang ingin menikah. Ini baru sedikit dari banyaknya kebaikan yang dilakukan oleh Ir Sholah.
Hingga akhirnya disepakatilah keuntungan perusahaan 100 persen untuk Allah. Ir Sholah yang awalnya adalah salah satu mitra usaha, berubah menjadi karyawan Allah. Dia hanya menerima gaji. Dia memberikan Tuhannya syarat agar membuatnya hanya butuh kepadaNya dan hanya meminta kepada-Nya. Keikhlasannya membuat ia sama sekali menolak terkenal di media massa.
Kini, meskipun Ir Sholah telah wafat, terbayang seluruh amal jariyahnya yang mengalir untuknya. Ketika dia wafat, 11 januari 2016, Kairo Gempar. Pemakamannya dihadiri lebih dari setengah juta orang.
BANK WAKAF
Berbisnis dengan Allah tidak akan pernah rugi. Hal ini diabadikan dalam surat Fatir [35] ayat 30 yang artinya “Sesungguhnya, orangorang yang selalu membaca kitab Allah (al-Qur’an), mendirikan shalat dan menginfakkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka, dengan diam-diam maupun terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi. Agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karuniaNya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.”
Ir Sholah paham betul, bahwa berbisnis dengan Allah tidak akan rugi. Beliau juga paham betul bahwa bisnis dengan Allah harus dilakukan dengan serius. Oleh karena itu, beliau mencatatkannya di Notaris. Beliau memilih berbisnis dengan Allah secara terang-terangan. Hal ini sama saja, beliau menginfakkan 10 Persen keuntungan perusahaan sebagai wakaf. Sejatinya, wakaf adalah milik Allah. Jika 10 persen dari keuntungan diserahkan kepada Allah, artinya, 10 persen dari keuntungan diwakafkan. Karena keuntungan terus bertambah, maka porsi wakaf terus bertambah, hingga semua keuntungan (100 persen) diwakafkan. Dari yang tadinya owner bisnis, sekarang menjadi pegawai Allah. Dari yang tadinya bos, sekarang menjadi nazir. Sesungguhnya, profesi nazirlah profesi tertinggi dari seorang pebisnis. Yang tadinya mengharap dunia (harta), berubah menjadi berharap akhirat (syurga). Hal ini sejalan dengan perkataan Imam Ibnul Qayyim, “Barangsiapa yang bercitacita untuk (meraih) perkara-perkara yang tinggi, maka wajib baginya untuk menekan kuat kecintaan kepada perkara-perkara yang rendah (dunia).” (Kitab Miftaahu Daaris Sa’aadah, 1/108).
Capture-1Dari hasil wakaf yang luar biasa ini, kemudian didirikan sebuah lembaga keuangan yang bernama baitul maal. Terinspirasi dari kisah ini, maka kita dapat membuat lembaga keuangan dari dana wakaf. Lembaga keuangan ini bisa berbentuk bank. Kalau berbentuk bank, maka semua sahamnya milik Allah yang dikelola oleh Nazir. Nazirlah yang ditunjuk oleh Allah untuk mengelola harta wakaf. Sehingga, sebagai perwakilan dari pemegang saham (100 persen sahamnya milik Allah), maka nazirlah yang menunjuk Board of director dan komisarisnya. Dari sini, maka Nazir memiliki kedudukan yang sangat tinggi, karena berhak menunjuk dan memberhentikan direksi ataupun komisarisnya. Inilah the real bank wakaf, bank yang benarbenar didirikan dari dana wakaf.
KOPERASI
Hal yang sama dapat dipraktekkan di koperasi. Misalnya, keuntungan koperasi syariah dalam setahun, 10 persennya diwakafkan, tentunya dengan persetujuan Anggota di RAT. Tahun kedua, dapat diputuskan untuk mewakafkan 20 persen keutungan koperasi. Demikian seterusnya, tahun ketiga 30 persen, tahun keempat 40 persen dan tahun kelima 50 persen. Jika keuntungan satu koperasi syariah membukukan 20 milyar pertahun, maka pada tahun pertama terkumpul 2 Miliar sebagai wakaf, dan tahun kedua 4 Miliar sebagai wakaf. Lalu berturut turut 6 Miliar, 8 Miliar dan 10 Miliar untuk tahun ketiga, keempat dan kelima. Artinya, setelah 5 tahun, terkumpul 30 Miliar untuk modal Bank yang didirikan dari dana Wakaf. Jadilah berdiri sebuah bank perkreditan rakyat syariah (BPRS) Zona 1, sesuai Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan no.16/SEOJK.03/2015, yang dimiliki oleh Allah dengan nazirnya adalah koperasi. Pengurus koperasi dapat menunjuk direksi dan komisarisnya. Model bisnisnya dapat dilihat pada (Gambar 1).
Model wakaf seperti ini adalah wakaf produktif. Dengan model seperti ini, koperasi tidak hanya dapat mendirikan bank, namun juga, koperasi dapat mendirikan Lembaga keuangan lainnya berbasis wakaf seperti asuransi syariah, pegadaian, perusahaan pembiayaan, perusahaan penjaminan dan berbagai Lembaga keuangan lainnya.
Dengan distribusi keuntungan yang disebar ke 3 kelompok yaitu: Nazir, reinvestasi dan sedekah masing-masing 10, 40 dan 50 persen, maka dengan semakin besarnya keuntungan wakaf produktif, maka koperasi semakin besar, Lembaga keuangan semakin besar, dan penerima manfaat sedekah dari hasil wakaf (maukuf alaih) semakin banyak. Hasilnya, wakaf akan menyuburkan ekonomi dan ini sejalan dengan surat Al Baqarah ayat 276 yang artinya : “Allah akan menghancurkan ekonomi yang berbasis riba, dan akan menyuburkan ekonomi yang berbasis sedekah”. Disamping menyuburkan ekonomi, wakaf juga akan mencegah peredaran harta ditangan segelintir orang kaya saja, dan ini tercantum dalam surat al Hasyr ayat 7 yang artinya “…Agar harta itu tidak beredar diantara orang-orang kaya saja diantara Kamu”. Inilah rahasia ekonomi wakaf, seperti yang dicontohkan oleh Ir Sholah Athiyah. Pertanyaannya, apakah ini hanya menjadi sebatas kisah saja, atau teladan bagi kita untuk mengikuti jejaknya?.
Sumber : Wawasan