Maulid Nabi: Meneladani Kisah Wakaf Produktif di Zaman Rasulullah

Wakaf pada Awal Kemunculan Islam

Wakaf memang tidak termasuk ibadah yang hukumnya wajib, namun wakaf sebagai ibadah sunah memiliki beragam keutamaan. Pasalnya, wakaf termasuk dalam sedekah jariyah yang pahalanya tidak terputus walaupun kita sudah tidak ada lagi di dunia.

Pahala dari ibadah wakaf akan terus mengalir ke yang mangamalkannya, asalkan manfaat dari wakaf yang diberikan masih terus bermanfaat pada mauquf alaih (penerima manfaat).
Salah satu jenis wakaf adalah wakaf produktif. Wakaf produktif adalah sebuah metode pengelolaan wakaf yang orientasinya untuk membuat aset wakaf tersebut menghasilkan surplus atau keuntungan yang berkelanjutan.

Objek wakaf produktif bisa berupa benda bergerak, uang, logam, ataupun benda tidak bergerak seperti bangunan, rumah, tanah hingga lahan.
Sudah Ada sejak Zaman Nabi

Sementara itu, wakaf produktif sebenarnya sudah dikenal sejak zaman Rasulullah SAW. Dalam sebuah riwayat, Umar ibn al-Khattab berkata kepada Nabi Muhammad SAW,

“Sesungguhnya saya mempunyai harta berupa seratus saham tanah yang terletak di Khaibar. Tanah tersebut sangat saya senangi dan tidak ada harta yang lebih saya senangi daripada itu. Sesungguhnya saya bermaksud menyedekahkannya.”

Kemudian Nabi Muhammad SAW menjawab.

“Wakafkanlah tanah tersebut dan sedekahkan buah hasilnya.”

Di masa Rasulullah, tanah milik Umar bin Khattab tersebut diwakafkan dan keuntungannya berupa buah-buahan pun disedekahkan untuk mereka yang membutuhkan Seperti kaum fakir, miskin, anak-anak yatim, hingga hamba sahaya. Sehingga, tanah tersebut akan terus ada dan manfaat dari keuntungannya bisa digunakan untuk banyak kebutuhan lainnya.

Lebih Banyak Menghasilkan Keuntungan.

Wakaf produktif tidak hanya sekedar mengumpulkan aset dan menggunakannya, namun memutar aset tersebut menjadi sebuah kegiatan bisnis yang menghasilkan profit.
Profit tersebut nantinya bisa digunakan untuk scale up bisnis, aset wakaf, atau mengembangkan lebih besar lagi program-program dari wakaf tersebut. Misalnya saja, ada sebuah lahan yang gersang diwakafkan oleh seorang waqif. Kemudian lahan tersebut dikelola dengan dana wakaf untuk menjadi sebuah lahan perkebunan buah.
Hasil buah naga tersebut kemudian dipasarkan dan menghasilkan profit.

Keuntungan tersebut bisa digunakan untuk memperluas kebun, membeli lahan baru, dan memberdayakan dhuafa lainnya yang membutuhkan pekerjaan.

Keuntungannya Bisa Digunakan Lintas Sektor.

Keuntungan wakaf produktif bukan saja bisa digunakan untuk scale up bisnis dari aset yang sebelumnya, namun juga untuk lintas sektor. Misalnya yang awalnya dari hasil keuntungan perkebunan, kemudian digunakan untuk membiayai bisnis baru di bidang kesehatan, teknologi, dan sebagainya.

Asalkan semua keuangannya jelas dan transparan serta dimanfaatkan kepentingan umat maka hal tersebut sangat mungkin dilakukan. Hal ini seperti yang juga dilakukan di negara seperti Turki. Di sana sudah banyak hotel-hotel atau fasilitas umum yang dibuat dari dana atau aset wakaf. Keuntungan dari hotel atau fasilitas tersebut digunakan untuk membiayai pendidikan anak yatim dhuafa, membiayai rumah sakit, dsb.

Potensi wakaf produktif juga membuat lahirnya banyak pekerjaan baru dan peluang ekonomi lebih luas.

Misalnya saja jika kita membuka rumah sakit baru berbasis wakaf, maka akan membutuhkan SDM yang bekerja di dalamnya.
Setidaknya membutuhkan perawat, pengelola aset, layanan kebersihan, layanan kasir, dsb.
Begitu pun dengan berbagai aset lainnya, akan membuat ekonomi bisa bertumbuh dan membuka berbagai peluang lainnya. Secara tidak langsung, wakaf produktif membantu perekonomian Indonesia secara makro.

Pengelolaan Harus Profesional.

Banyak yang berpikir bahwa wakaf dikelola oleh orang yang ahli agama. Kenyataannya, wakaf tidak hanya butuh ahli agama namun juga ahli di bidang-bidang tertentu yang berhubungan langsung dengan aset wakaf tersebut. Misalnya saja ahli bisnis, ahli analisa dan strategis, ahli pendidikan jika aset wakaf berkenaan dengan pendidikan, atau ahli kesehatan jika aset berkenaan dengan kesehatan.

Facebook
WhatsApp
Twitter
LinkedIn
Pinterest

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *