JAKARTA—Ada banyak perbedaan antara zakat dan wakaf. Di antaranya zakat harus disalurkan kepada delapan golongan (ashnaf), sedangkan wakaf harus disalurkan kepada mauquf alaih yang kriterianya tidak terbatas. Mauquf Alaih atau pihak yang menerima manfaat dari wakaf bisa siapa saja. Itulah sebabnya wakaf mempunyai potensi lebih besar dalam memberdayakan umat.
Demikian dikatakan Direktur Eksekutif Badan Wakaf Indonesia (BWI), Achmad Djunaidi, saat menerima kunjungan kerja dari Kantor Kementerian Agama Kota Yogyakarta, Jumat (13/12/2013) pagi, di Kantor BWI.
“Jadi, keuntungan dari pengelolaan wakaf bisa disalurkan kepada siapa saja dan untuk apa saja,” terang Djunaidi kepada 40-an pegawai negeri sipil dari Kantor Kemenag Kota Yogyakarta.
Dengan demikian, tambah Djunaidi, wakaf bisa menjadi tumpuan umat untuk memajukan ekonomi dan kesejahteraan. Keuntungan dari pengelolaan wakaf, misalnya, bisa digunakan untuk membangun jalan, sekolah, perpustakaan, rumah sakit; memberikan beasiswa pendidikan, santunan yatim, sumbangan bencana alam; dan lain-lain.
Adapun harta wakafnya sendiri harus tetap utuh, tidak boleh berkurang, sebagai modal pokok. “Syukur-syukur kalau keuntungan tersebut bisa dialokasikan untuk menambah modal pokok wakaf. Tentu lebih baik.”
Nurkaib