JAKARTA, BWI.or.id—Air bersih dan sanitasi merupakan kebutuhan dasar manusia sebagaimana sandang, pangan, dan papan. Air yang tidak bersih dan sanitasi yang buruk bisa berdampak buruk terhadap kesehatan manusia dan ekonomi. Menurut data WHO, air minum yang tidak layak, sanitasi yang buruk, dan perilaku tidak higienis menjadi penyebab utama meninggalnya 150-an ribu balita setiap tahun. Melalui zakat, infak, sedekah, dan wakaf, umat Islam bisa berkontribusi menyediakan air bersih dan sanitasi sehat bagi masyarakat.
Demikian salah satu poin yang mengemuka dalam rapat pembahasan petunjuk pelaksanaan fatwa ziswaf untuk sarana air dan sanitasi di kantor Majelis Ulama Indonesia, Jakarta, Rabu siang (27/4/2016). Rapat dihadiri oleh Ketua MUI Muhyidin Junaidi, Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Ni’am , Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam MUI Hayu S. Prabowo; Anggota BWI Jeje Jaenudin, serta perwakilan dari Baznas, Lazis NU, tim dari Universitas Ibnu Khaldun, Koperasi Syariah Benteng Mikro Indonesia, dan UNICEF Indonesia.
Data Kementerian Kesehatan menunjukkan penduduk Indonesia yang hidup dengan kondisi sanitasi buruk mencapai 72,5 juta jiwa yang tersebar di perkotaan sebanyak 18,2 persen dan di pedesaan 40 persen.
Jeje Jaenudin mengungkapkan, wakaf bisa berkontribusi dalam penyediaan air bersih dan sanitasi. Sebab, penyaluran hasil wakaf produktif tidak dibatasi pada asnaf tertentu sebagaimana zakat.
Dalam rapat tersebut juga mengemuka gagasan bahwa teknis penyediaan air bersih dan sanitas akan melibatkan koperasi syariah. Koperasi diharapkan tidak hanya menyediakan sarana air bersih dan sanitasi, tetapi juga melakukan edukasi tentang pentingnya air bersih dan sanitasi dan cara pemeliharaannya.[]
Penulis: Nurkaib