25 Persen Tanah Wakaf Tak Bersertifikat

 

Singkawang (14/4/08) | Menurut data direktori wakaf, tanah wakaf yang ada di Kota Singkawang seluas 279.452 meter persegi. 25 persen diantaranya belum memiliki sertifikat. Dengan peruntukan, masjid sebanyak 33.000 meter persegi, langgar atau musholla 4.722 meter persegi, madrasah atau sekolah 28.925 meter persegi, pekuburan atau TPU seluas 204.925 meter persegi, serta untuk sosial 7.580 meter persegi. "Dari semua itu hanya sekitar 75 persen yang sudah memiliki sertifikat, sisanya belum," kata Kepala Kantor Departemen Agama, Mahmudi, saat memberikan sosialisasi pada kegiatan orientasi dan sosialisasi UU RI no 41 Tahun 2004 tentang wakaf.

 

Oleh karena itu, dia menghimbau tanah wakaf yang baru dan belum memiliki sertifikat demi pengamanan harta benda wakaf untuk disertifikatkan. "Tidak mesti menunggu jatah dari pemerintah yang minim," katanya seperti dilansir Pontianak Post, (23/3/07).

Dia juga meminta kepada tenaga pengurus Nadzir wakaf banyak yang belum mengembangkan tanah wakaf yang ada sehingga menjadi aktif dan produktif dengan managemen yang professional dan amanah. "Kesan pertama kali muncul ketika kita mengengar istilah wakaf adalah wakaf selalu identik dengan amal Islami yang tak terurus tak terkelola berjalan sendiri-sendiri dan kurang bonafid," ungkapnya.

Kalau dibandingkan yang terjadi sekarang, lanjut Mahmudi, dengan pengalaman di zaman dahulu jelas akan terlihat bahwa telah terjadi kemunduran yang luar biasa terhadap insitusi wakaf. Dalam sejarah Islam wakaf telah memainkan peranan penting dalam mengembangkan kegiatan sosial, ekonomi dan kebudayaan umat Islam.

Kenyataannya, tambah Wahyudi, telah menunjukan bahwa institusi wakaf telah menjalankan sebagian dari tugas pemerintah. Juga keberadaan wakaf terbukti telah banyak membantu bagi pengembangan ilmu melalui penyedian fasilitas-fasilitas, publik serta penghasilan wakaf hanya digunakan untuik konsumtif, tapi juga produktif.

Masih kata Mahmudi, sejak terjadinya krisis moneter yang dibarengi dengan krisis ekonomi serta melonjaknya angka kemiskinan di tanah air, maka zakat dan wakaf semakin dirasa penting peranannya dalam menanggulangi problem sosial dan ekonomi di tengah masyarakat.

Sehubungan dengan hal itu, upaya yang dilakukan pemerintah dalam hal ini Departemen Agama adalah mensosialisasikan UU ni 41 tahun 2004 tentang wakaf. "Dalam rangka memberikan pencerahaan pemahaman umat Islam terhadap wakaf, upaya yang dilakukan Depag dewasa ini adalah memberdayakan wakaf yang mana merupakan salah satu instrumen dalam membangun kehidupan sosial ekonomi umat Islam. Bagian-bagian penting dari konsep pemberdayaan wakaf secara umum antara lain mengurangi tentang pemahaman yang komprohensif dan medern tentang seluruh potensi dan peluang yang ada, serta mendorong pemanfaatan aset-aset wakaf yang tidak produktif menjadi produktif," jelasnya.

Diungkapkan Mahmudi, pengelolaan zakat dan wakaf tidak statis melainkan selalu berkembang sejalan dengan dinamika dalam masyarakat sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman dewasa ini. Dalam perkembangannya wakaf memang kurang dikenal dan kurang mendapat perhatian yang serius dari sebagian besar kalangan, baik pemerintah, ulama dan lembaga non pemerintah.

Namun demikan, tambahnya, tak berarti bahwa upaya ini mengabaikan institusi wakaf, meskipun kenyataannya menunjukan bahwa wakaf sangat terabaikan kedudukannya dalam peta sistem keuangan Islam di negara ini. "Maka dari itu untuk menjembatani hal tersebut, kami menggelar sosialiasai Undang-undang RI no 41 tahun 2004 tentang wakaf. Besar harapan setelah sosialisasi ini bisa merubah paradigma lama ke paradigma baru untuk meningkatkan peran sosial wakaf di tanah air," harapnya. (ptkps/bdi) 

Facebook
WhatsApp
Twitter
LinkedIn
Pinterest

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *