Jakarta, BWI.or.id– Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Pusat, Prof. Dr. It. KH. Muhammad Nu, DEA, tampil sebagai penceramah Peringatan Isra’ Mi’raj Nabi Besar Muhammad SAW di Masjid Salahudin, Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Rabu, 10 April 2019.
Mantan Mendikbud itu, mengawali ceramahnya dengan bercerita perjalanan hidup Rasulullah.“Pada awal-awal Muhammad sebagai Rasulullah, pendampingnya, banyak anak muda yang sangat bersemangat. Ini salah satu perjuangan beliau sukses, ” katanya di hadapan sekitar seratus orang jamaah shalat Dhuhur di masjid tersebut.
Sayyidina Ali, katanya lebih lanjut, baru berumur 8 tahun, baru SD kelas 2. Shahabat Umar 26 tahun. Shahabat Abu Bakar 37 tahun. Bahkan, Pembunuh Abu Lahab Usianya 13 Dan 14 tahun. Masih muda-muda semua.
Untuk itu, gerakan Wakaf Produktif yang menjadi fokus utama pengembangan wakaf ini, katanya lebih lanjut, arahnya pada kalangan yang muda-muda. Seperti para mahasiswa serta civitas academica secara umum.
‘’Dalam hal ini kita punya program Waqf Goes To Campus (WGTC). Akhir Maret kemarin acara ini dilaksanakan di Yogyakarta. Melibatkan UNY, UII, UIN Sunan Kalijaga dan UMY, Universitas Muhammadiyah, Yogya. Alhamdulillah sukses, peserta yang hadir membludak dan penuh semangat,’’ tegasnya.
Mantan Menkom Info itu lantas menyoroti para jamaah Masjid Salahudin yang dinilainya masih mudah-muda.
“Ini menjadi harapan suksesnya gerakan wakaf produktif di Ditjen Pajak, ” tegasnya.
Guru Besar ITS itu lantas berseloroh, mengulang saat ketemu Sesditjen Pajak sebelum berceramah. Tadi, katanya lagi, pak Sesditjen Pajak bilang jumlah karyawannya sekitar 45.000 (empat puluh lima ribu) orang di seluruh Indonesia.
Kalau saja yang berwakaf separuhnya, kata Nuh, atau 20 ribu an orang, dengan mengeluarkan uang Rp 10.000. Itu berarti akan terkumpul wakaf Rp 200 juta. ‘’Besar juga. Tetapi, apa ya karyawan Ditjen Pajak yang gajinya besar hanya berwakaf Rp 10.000,- Tentunya akan jauh di atasnya. Maka jumlahnya akan jauh lebih besar lagi,’’ katanya.
Mantan Rektor ITS itu mengakui, potensi wakaf di Indonesia sangat besar, karena jumlah penduduk Islam di megara kita ini di atas 200 juta dari 260 jutaan seluruh penduduk kita. ‘’Besar sekali potensinya, cuma sulit untuk menjadi suatu kekuatan riil. Tetapi, yakinlah suatu saat wakaf akan mengalami perkembangan yang sangat pesat dan bisa menjadi salah satu kekuatan ekonomia nasional kita,’’ tegasnya.
Selanjutnya, Ketua BWI hingga 2020 itu mengatakan, saat ini Wakaf tidak terbatas harta tidak bergerak, yang menjadi pemahaman umum masyarakat kita selama ini, yakkni berupa Tanah, tetapi sudah menyangkut hampir semua kekayaan atau harta bergerak. Seperti uang, deposito, saham, asuransi. Bahkan hak property right atau hak paten juga bisa diwakafkan. “Wakaf uang bisa berapa saja, sesuai kemampuan kita. jangan dilihat jumlahnya untuk perorangan, tetapi diakumulasikan dengan Wakaf dari lainnya. Jumlahnya bisa luar biasa. Sehingga jika diproduktifkan hasilnya Besar juga ,” katanya.
Produktifitas atau hasil pengelolaan dana wakaf itulah yang bisa diserahkan kepada maukuf alaih atau penerima manfaat wakaf. Sedangkan harta wakaf tetap utuh untuk selamanya, tidak boleh dikurangi apalagi dihabiskan.
“Wakaf itu, seperti itu. Pemberi wakaf atau wakif, akan menerima pahalanya jika harta itu bermanfaat bagi siapapun. Sehingga harta wakaf itu harus dikelola hingga menjadi wakaf produktif,” tegasnya kemudian.
Muhammad Nuh Lantas mengajak Pegawai Ditjen Pajak untuk berwakaf. Karena berwakaf itu, sebenarnya seperti membeli sesuatu di masa depan, bayarnya sekarang.
“Jadi masih murah. Ini menguntungkan, ” pungkasnya.