Dana Wakaf Aceh, Sebuah Rintisan Leluhur

 

Makkah (24/3/08) | Nasib jamaah haji asal Aceh sungguh beruntung. Bagaimana tidak? Seluruh jamaah dari daerah Serambi Makkah ini sejak tahun 2006 dibebaskan dari biaya sewa pemondokan. Kala itu, mereka disediakan dana 6.723.100 Reyal, atau lebih dari Rp 12 miliar, untuk membayar sewa pemondokan 3.575 orang jamaah. Melihat besarnya dana tersebut, muncul pertanyaan siapakah yang menanggung dan dari manakah sumbernya? Tak salah lagi, dana itu berasal dari kas Badan Wakaf Aceh di Arab Saudi, yang sumbernya digali dari warisan leluhur masyarakat Aceh.

 

Tersebutlah Habib Buga Asyi, seorang warga Aceh yang tinggal di Makkah, Arab Saudi, pada 1224 Hijriah atau sekitar tahun 1800 Masehi, masa pemerintahan Usmaniah. Sang Habib memiliki sebidang tanah di kawasan Qusasiah, yang sangat berdekatan dengan Masjidil Haram.

Namun, tanah milik Habib Buga ini kemudian terkena proyek perluasan Masjidil Haram yang dilakukan pemerintahan Arab Saudi. Tapi hal ini bukan berarti Habib Buga kehilangan tanahnya. Oleh penguasa Arab Saudi, Habib Buga diberikan ganti rugi yang cukup besar. Uang penggantian itu kemudian digunakan untuk membeli dua lokasi lahan di daerah Ajyad, 500 dan 700 meter dari Masjidil Haram.

Saat Habib Buga Wafat, beliau berwasiat agar seluruh hartanya diwakafkan untuk masyarakat Aceh yang berhaji ke Tanah Suci. Jadi, pemerintah Arab Saudi tidak bisa mengalihkan dana ini kepada siapa pun kecuali untuk warga Aceh.

Dana wakaf ini waktu itu belum dikelola dengan baik. Baru ketika dipegang Syekh Abdulgani Al Asyi, pengelolaan dana wakaf ini agak jelas. Namun Syekh Adulgani Al Asyi yang juga menjabat sebagai Ketua Palang Merah Liga Arab ini tak berumur panjang. Ia tutup usia tiga tahun lalu.

Setelah Syekh Abdulgani meninggal, pemerintah Arab Saudi, melalui mahkamah kehakiman, menunjuk dua orang sebagai Nadzir (pengelola) dana wakaf yang baru, yakni Abdulatif Baltu dan Munir Abdulgani Al Asyi, putera dari Abdulgani Al Asyi. Abdulatif Baltu sendiri tidak berasal dari Aceh, tapi saat dipimpin oleh keduanya, Dana Wakaf Aceh semakin transparan. Bahkan akhirnya bisa cair untuk menggratiskan biaya pemondokan haji jamaah Aceh.

Menurut keterangan Munir Abdulgani Al Asyi, aset wakaf Sang Habib mulai dikelola dengan baik ketika ada investor yang tertarik untuk membangun hotel di lahan terserbut. Dari situlah aset wakaf menjadi kian produktif.

Lahan pertama dengan jarak 500 meter dari Masjidil Haram dibangun hotel bintang lima dengan kamar sekitar 350-an unit. Rencananya, tahun ini selesai dan akan dikelola managemen hotel ternama selama 17 tahun.

Di lahan kedua dengan jarak 700 meter dari Haram, dibangun hotel bintang lima dengan kamar sekitar 1.000 unit. Pengelolaan hotel ini juga dilakukan oleh satu manajemen untuk 20 tahun. Setelah masa kontrak selama 17 dan 20 tahun itu, maka hotel ini diserahkan kepada Nadzir untuk dikelola secara mandiri.

Dari pengelolaan inilah mulai tahun 2006 atau 1427 hijriah, jamaah asal Embarkasi Aceh memperoleh pembayaran uang pengganti sewa pemondokan dari Nazhir (pengelola) Wakaf Habib Buga Asyi.

Dari keuntungan yang didapat itu, pengelola juga membeli dua areal lahan seluas 1.600 meter persegi dan 850 meter persegi di Kawasan Aziziah. Kedua lahan ini akan dibangun pemondokan khusus untuk jamaah asal Embarkasi Aceh. Semoga saja pembangunan tersebut cepat rampung dan jamaah asal Aceh bisa menempati bangunan tersebut. (aum/dtk/ant) 

Facebook
WhatsApp
Twitter
LinkedIn
Pinterest

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *