Ingin Jadi Nazhir? Simak Ketentuannya

 

Jakarta (18/12/08) | Posisi strategis dan sentral dalam pengembangan aset wakaf adalah diduduki oleh nazhir (pengelola). Di tangan dialah, pengelolaan aset wakaf ke sektor produktif dapat diarahkan. Itulah amanah yang mesti diemban dan dipertanggung- jawabkan. Dalam praktiknya, nazhir itu meliputi tiga jenis, 1) perseorangan, 2) organisasi, dan 3) badan hukum. (UU No.41/2004, psl 9). Apa semua orang bisa jadi nazhir?

 

Siapapun dapat menjadi nazhir asal memenuhi beberapa pernyaratan. Yaitu warga negara Indonesia, beragama Islam, dewasa, amanah, mampu secara jasmani dan rohani, serta tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.

 

Nazhir perseorangan adalah ”suatu kelompok” yang terdiri dari paling sedikit 3 orang, dan salah seorang diangkat menjadi ketua. Salah seorang nazhir perseorangan tersbut harus bertempat tinggal di kecamatan tempat benda wakaf berada. (PP No.2/2006, psl. 4)

 

Selain perseorangan, sebuah “organisasi” dan “badan hukum” juga bisa menjadi nazhir. Tapi, tak sembarag organisasi atau badan hukum, yang diperbolehkan adalah organisasi atau badan hukum yang bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan dan/atau keagamaan Islam. Tak hanya itu, baik organisasi maupun badan hukum, keduanya harus memenuhi beberapa ketentuan lagi. 

 

a. Baik pengurus organisas maupun badan hokum harus memenuhi persyaratan nazhir perseorangan.
b. Salah seorang pengurus harus berdomisili di kabupaten/kota letak benda wakaf berada.
c. Memiliki:
   1. Salinan akta notaris tentang pendirian dan anggaran dasar.
   2. Daftar susunan pengurus.
   3. Anggaran rumah tangga.
   4. Program kerja dalam pengembangan wakaf.
   5. Daftar kekayaan yang berasal dari harta wakaf yang terpisah dari kekayaan

      lain atau yang merupakan kekayaan organisasi. 
   6. Surat pernyataan bersedia untuk diaudit. (PP psl 7 dan 11).

 

Tugas utama ketiga jenis nazhir itu sama yaitu mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukannya. Dalam melaksanakan tugasnya, nazhir dapat menerima imbalan dari hasil bersih atas pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang besarnya tidak melebihi 10 persen. (UU psl 12). 

 

Pada sisi lain, nazhir dapat diberhentikan atau diganti dengan nazhir lain oleh Badan Wakaf Indonesia jika, antara lain: a. meninggal dunia bagi nazhir perseorangan; b. tidak melaksanakan tugas dan/atau melanggar ketentuan; e. dijatuhi hukuman pidana oleh pengadilan. (UU psl 45). [aum]

Facebook
WhatsApp
Twitter
LinkedIn
Pinterest

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *