Purwakarta – Belum banyak masyarakat Purwakarta, Jabar yang mengenal wakaf produktif. Masyarakat lebih cenderung mewakafkan hartanya dalam bentuk tanah yang tujuannya bukan untuk kegiatan ekonomis, melainkan untuk kegiatan statis, seperti pembangunan mesjid, makam, ataupun pondok pesantren. Kepala Kantor Kementrian Agama Kabupaten Purwakarta, Ahmad Sanukri, mengatakan sesuai dengan UU 41/2004 dan PP 42/2006 tentang wakaf disebutkan, bahwa masyarakat bisa mewakafkan hartanya untuk kegiatan yang produktif.
Salah satunya adalah wakaf lahan untuk pembangunan rumah-toko (ruko), pom bensin (SPBU), ataupun sawah. Tujuannya, supaya tanah wakaf itu produktif dan memiliki nilai ekonomis.
Dari hasil kegiatan itu, uangnya bisa digunakan untuk kemaslahatan umat, misalnya, untuk menggaji guru ngaji, guru raudatul aftar (RA), dan guru madrasah diniyah (MD). Tak hanya itu, hasil dari wakaf produktif itu bisa untuk membangun lembaga pendidikan keagamaan.
”Namun, wakaf produktif saat ini masih kurang diminati. Kalaupun ada, belum dikelola secara optimal,” ujar Ahmad, saat menghadiri rapat kerja Kantor Kementrian Agama Purwakarta, (7/4).
Sementara itu, Kepala Seksi Zakat dan Wakaf Kantor Kementrian Agama Purwakarta, Tedi Ahmad Djunaedi, mengatakan wakaf produktif itu bisa dikelola oleh nadzir (penerima wakaf). Bila membuahkan hasil, penerima wakaf mendapatkan penghasilan sebesar 10 persen. Sisanya, diberikan pengurus wakaf di kementrian agama setempat, untuk didistribusikan kepada yang berhak menerimanya.
Sampai saat ini, ujarnya, wakaf produktif di Purwakarta baru berupa sawah seluas lima hektare. Sawah tersebut berada di daerah irigasi teknis di Kecamatan Pleredyang pengelolaannya belum berjalan maksimal. (arif/republika)