Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW memberikan kepada kita agar mengelola harta wakaf dengan diproduktifkan.
“Tahan pokok wakafnya, dan salurkan hasilnya,” (HR. Nasa’i).
Maksud dari hadist diatas adalah harta wakaf harus dikelola dengan manajemen pengelolaan yang baik dan manajemen pengelolaan modern sehingga dari pengelolaan tersebut menghasilkan return (keuntungan). Dimana kentungannya nanti disalurkan dan dibagikan kepada yang berhak menerima wakaf.
Ajaran Rasulullah untuk memproduksikan harta wakaf terus dilaksanakan oleh umat islam baik pada masa Rasulullah SAW maupun masa setelahnya. Sehingga dalam sejarah perwakafan kita mengenal ada banyak wakaf produktif yang dikelola. Misalnya, dikelola pada masa dinasti Umayyah, Abassiyah, dan Utsmaniyah.
Pada masa dinasti Utsmaniyah harta wakaf produktif sangat besar sekali jumlah dan ragamnya. Sehingga peradabannya yang maju ditopang sebesar-besarnya oleh pengelolaan wakaf yang bersifat produktif.
Pengelolaan wakaf produktif inilah juga yang mampu membuat Al-Azhar, Kairo, Mesir yang usianya saat ini sudah mencapai 1000 tahun lebih bertahan dengan baik, dapat menggratiskan biaya pendidikan siswa dan mahasiswanya. Karena Al-Azhar memiliki banyak sekali wakaf produktif dengan manajemen yang modern yang hasilnya digunakan untuk membiayaai seluruh kegiatan-kegiatan Al-Azhar baik dalam bidang pendidikan, dakwah, dan lainnya.
Bagaimana Wakaf Produktif di Indonesia?
Sebagai perintah Nabi untuk memproduktifkan harta wakaf. Maka umat Islam Indonesiapun, sejak awal sesungguhnya sudah mengenal wakaf produktif, disamping wakaf-wakaf langsung yang berupa masjid, pesantren, madrasah, kuburan atau sejenisnya.
Untuk melengkapi wakaf-wakaf langsung ini, umat Islam Indonesia mewakafkan aset-aset yang bisa diproduktifkan misalnya, sawah, ladang, kolam atapun tambak. Harta wakaf itu dikelola untuk membiayai operasional masjid.
Namun tentu saja, dengan berkembangnya wakatu dan pengelolaan modern, maka pengelolaan wakaf produktifpun harus mengikuti perkembangan itu.
Hal diatas perlu dipahami oleh pengelola wakaf (nazhir). Karena dengan mengikuti perkembangan pengelolaan itu, maka aset wakaf bisa lebih maksimal hasilnya dan besar manfaatnya. Dan tentu, umat akan lebih banyak menerima manfaat dari hasil pengelolaan wakaf yang disesuaikan dari perkembagan zaman itu. Perlu dipahami dan dilakukan nazhir, justru disinilah peluang pengembangan wakaf produktif.
Dengan inovasi-inovasi dalam pengelolaan wakaf produktif ini, maka tentu saja manfaat wakaf akan semakin besar. Inilah tugas seorang nazhir. Bagaimana harta wakaf dikelola sebesar-besarnya manfaat dan hasilnya untuk disalurkan kepada mauquf alaih (penerima manfaat) wakaf.
Para nazhir (pengelola wakaf) harus inovatif, harus banyak melakukan inovasi-inovasi dalam pengelolaan wakaf. Dan saat ini inovasi-inovasi itu begitu terbuka. Karena wakaf ini bisa dikelola, baik dalam sektor riil mapun dalam sektor finansial atau keuangan.
Reporter: Taufik
Editor : Khayun