Jakarta – Harta benda wakaf di negara-negara Asia Tenggara, sejatinya cukup melimpah. Namun, kondisinya tidaklah sama, ada yang sudah dikembangkan ke arah produktif, ada pula yang masih dikelola secara konsumtif. Di negara-negara yang dihuni oleh mayoritas umat Islam, seperti Indonesia, Malaysia, dan Brunai Darussalam, mereka sudah mengembangkan dan memajukan aset wakaf secara produktif di semua sektor, baik riil maupun keuangan.
Sementara di negara-negara Asia Tenggara yang penduduk muslimnya minoritas, pengelolaan wakafnya beragam. Aset wakafnya ada yang sudah dikelola secara produktif, seperti di Singapura dan Thailand, ada pula yang masyarakatnya tidak begitu memahami apa itu wakaf, sebagaimana yang terjadi di Laos dan Vietnam. Demikian diungkapkan Ketua BWI Tholhah Hasan di sela-sela acara International Symposium on Waqf di Jakarta.
Berdasarkan kenyataan itu, tambahnya, berari selama ini tidak ada komunikasi dan kerjasama antar nazhir (pengelola) wakaf di kawasan Asia Tenggara, padahal potensi wakaf di masing-masing negara jelas adanya. “Ke depan, hal ini seharusnya tidak boleh dibiarkan, agar keberadaan aset wakaf di negara-negara tersebut mempunyai sumbangsih besar dalam membangun peradaban yang penuh dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan kesejahteraan masyarakat,” tegasnya.
Untuk itulah di akhir acara, peserta yang berasal dari negara-negara Asia Tenggara plus New Zealand bersepakat untuk mendeklarasikan Forum Wakaf Asia Tenggara dan memilih Prof. DR. KH. Tholhah Hasan dari Badan Wakaf Indonesia sebagai Ketuanya. Menurut wakil ketua BWI Khafidz Utsman, secara khusus, forum ini dibentuk dengan tujuan untuk mempererat hubungan dan memperkokoh kemitraan antar nazhir se-Asia Tenggara dalam rangka membangun hubungan antar kelembagaan dan kerjasama pengembangan wakaf.
Selain itu, forum ini juga akan dimanfaarkan untuk: pertama, meningkatkan kemampuan Nazhir dalam memenej dan menginvestasikan harta wakaf. Kedua, memperdalam berbagai model pengembangan aset wakaf, serta berbagai aturan kontemporer dalam bidang menejemen dan investai wakaf. Ketiga, menggali potensi wakaf di negara-negara kawasan Asia Tenggara dan memanfaatkannya untuk kepentingan sosial-kemasyarakatan, keagamaan, dan kemajuan ilmu pengetahuan.
“Saya ingin dengan adanya forum ini, perwakafan di Filipina dapat berkembang secara produktif dan membawa maslahah bagi kehidupan umat Islam di Filipina,” kata Ibrahim Junio dari Yayasan Wakaf Filipina. Demikian pula dengan Norazman Ismail dari Kementerian Agama Malaysia dan Husein Din Yeing dari Badan Wakaf New Zealand, mereka berharap agar kerjasama antar nazhir dari berbagai negara ini dapat terwujud dalam bentuk proyek riil pembangunan proyek wakaf produktif.
Secara Resmi, acara yang digelar oleh BWI bekerjasama dengan Kuwait Awqaf Public Foundation (KAPF) dan IRTI-Islamic Development Bank (IDB) ini ditutup oleh Menteri Agama RI yang diwakili oleh Sekjen Kementerian Agama RI Bahrul Hayat, (9/6). Dalam sambutannya, ia berharap agar acara semacam ini digelar secara rutin. “Apalagi sekarang sudah terbentuk Forum Wakaf Asia Tenggara, jadi harus diadakan konferensi secara rutin, bisa digelar satu, dua, atau tiga tahun sekali,” ujarnya. Ia juga berpesan kepada pihak KAPF dan IRTI IDB, yang juga hadir saat acara penutupan, agar memberikan bantuan untuk negara-negara Asia Tenggara, khususnya Indonesia, dalam rangka mengembangkan dan mamajukan perwakafan demi kesejahteraan masyarakat.
Pada kesempatan yang sama, usai pembacaan deklarasi pembentukan Forum Wakaf Asia Tenggara, Kadiv Hubungan Luar Negari BWI Nurshamad Kamba mengungkapkan bahwa pembentukan forum ini mengingatkan kita pada tahun 1997 saat Indonesia menjadi tuan rumah Muktamar Menteri-Menteri Wakaf dan Urusan Islam dari negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI). Hasil pertemuan tersebut merekomendasi kepada Islamic Development Bank (IDB) untuk membentuk Badan Wakaf Dunia (Hay’atul Awqaf al-‘Alamiyah) di bawah struktur IDB.
“Hari ini, melalui forum ini, Indonesia kembali memplopori dan memimpin gerakan wakaf produktif di kawasan Asia Tenggara,” ujarnya. Semoga dengan adanya Forum Wakaf Asia Tenggara ini dapat membawa perubahan wakaf di Asia Tenggara: dari kebiasaan nazhir yang meminta-minta bantuan, menjadi kemitraan antarnazhir; dari pengelolaan aset secara konsumtif berubah menjadi produktif dan terus berkembang untuk kemajuan dan kemaslahatan umat. [au]