Jakarta – Badan Wakaf Indonesia mengeluarkan rekomendasi yang menyetujui penukaran tanah wakaf masjid At-Taqwa desa Melaya kecamatan Melaya, Jembrana, Bali. Berdasarkan surat pengajuan yang diterima BWI, tanah tersebut sudah tidak mungkin diproduktifkan karena lokasinya yang jauh dari penduduk dan terletak di tepi laut Hindia.
“Hasil produktifitasnya pun minim, kurang lebih 1.050.000,-/tahun dari hasil pohon kelapa. Selain itu, tanah tersebut juga sudah mengalami abrasi,” demikian diungkapkan Shaleh Amin, Ketua Divisi Kelembagaan BWI. “Ini sudah diputuskan saat sidang pleno pengurus BWI tanggal 27 Juli lalu,” tambahnya.
Penukaran tanah wakaf terjadi, salah satu, alasan yang kuat adalah kondisi tanah penukar harus sepadan atau lebih baik. Kondisi tanah penggantinya adalah berupa tanah darat. Bersebelahan dengan tanah wakaf yang sudah ada (Masjid Attaqwa) dan letaknya 1Km dari jalan raya Denpasar Gilimanuk.
Luas tanah penukiar jauh lebih besar dari tanah wakaf. Hasil produktifitas tanah penukar hampir mencapai Rp. 7.000.000,-/tahun. Ini berarti kualitas tanah penukar memang jauh lebih tinggi.
Begitu pula dengan taksiran NJOP nya. Tanah penukar jauh lebih tinggi daripada tanah wakaf. Kondisi Tanah wakaf seluas 4.310 m2 dengan NJOP Rp.14.000 per meter. Total nilai tanah wakaf 4.310 m2 x 14.000 = Rp.60.340.000,- (eman puluh juta tiga ratus empat puluh ribu rupiah). Sedangkan tanah penukar seluas 15.350 m2 dengan NJOP Rp. 14.000 per meter. Total nilai tanah penukar 15.350 m2 x 14.000 = Rp.214.900.000,- (dua ratus empat puluh juta sembilan ratus ribu rupiah)
Dengan beberapa bertimbangan dan melihat kenyataan tanah penukar, maka rapat pleno pengurus BWI menyetujui permohonan penukaran tanah wakaf tersebut. “Persetujuan ini akan dituangkan dalam bentuk rekomendasi untuk disampaikan kepada Menteri Agama. Keputusan akhirnya ada di tangan Menteri Agama,” tandas Shaleh Amin. [au]