Pemilik Lokalisasi Wakafkan Tanah

Blitar – Lokalisasi di Blitar, tepatnya di daerah Poluan, dan Tanggul atau Pasirharjo, kini telah ditutup. Berdasarkan desakan masyarakat dan juga ormas-ormas Islam, akhirnya para pelaku bisnis esek-esek ini mengalah. Bahkan, di antara mereka ada yang mewakafkan tanahnya untuk dijadikan tempat ibadah. Pemilih tanah itu adalah pasangan Sri Supeni dan Pardi.

 

Demikian diungkapkan Nurhidayatullah, fungsionaris PCNU Kabupaten Blitar usai melakukan istighotsah yang diadakan PCNU Kabupaten Blitar, (6/12).”Mereka telah mewakafkan sebidang tanah seluas 100 meter persegi,” kata Kiai Nurhidayatullah. Wakaf itu secara resmi telah resmi diikrarkan. Wakif meminta agar tanah wakaf itu dijadikan tempat ibadah atau mushalla. Nurhidayat menambahkan, luas tanah itu bisa bertambah bila memang masih diperlukan. “Masih bisa dibicarakan bilamana dalam proses pembangunan masih ada yang kurang. WC atau tempat wudhu, misalnya,” katanya.

Kabar gembira itu kontan membuat peserta istighotsah bertepuk tangan. Usaha menutup lokalisasi tidak saja berhasil, tapi juga ada yang mewakafkan tanahnya. “Ini atas pertolongan dan kehendak Allah SWT,” jelas Nurhidayatullah.

Proses penutupan Lokalisasi pelacuran di Tanggul, Blitar, Jawa Timur juga tak lepas dari peran pemuda Islam. Selain Banser, ada pula Pemuda Muhammadiyah Blitar. Menurut ketua DPM Blitar, Bashori Adhi, Pemuda Muhammadiyah tidak hanya berhenti di penutupan. Pihaknya akan memberikan beberapa alternatif untuk merehabilitasi tempat bekas prostitusi itu menjadi produktif. “Kami siap memberi solusi tergantung dengan tempat lokalisasi yang ada,” ujarnya.

Untuk bekas lokalisasi Poluan, misalnya, Adi memiliki konsep merubahnya untuk pasar. Dari segi tempat, lahan itu cocok untuk dijadikan pasar. “Tempat itu sangat bagus, jadi cocok untuk pasar,” terangnya. Selain itu, tempat tersebut juga potensial untuk dijadikan peternakan ayam. Sementara untuk Lokalisasi Tanggul atau Pasirharjo lebih tepat dijadikan tempat rehabilitasi sosial. “Di sana cocok untuk dijadikan pesantren atau masjid,” tambahnya.

Ia menilai langkah itu perlu dilakukan. Pasalnya, kondisi warga yang tinggal di sekitar bekas lokalisasi cukup memperihatinkan. Baik dari sisi sosial, ekonomi, maupun keagamaan. Karena itu, ia berharap, pasca ditutupnya lokalisasi, warga sekitar tidak dibiarkan begitu saja, melainkan diberikan alternatif. (ndi/duta)

Facebook
WhatsApp
Twitter
LinkedIn
Pinterest

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *