Memperkuat Kolaborasi Zakat dan Wakaf

Oleh: Irfan Syauqi Beik*

Pada hari Selasa 25 Mei 2021 lalu telah ditandatangani naskah kesepahaman antara Badan Wakaf Indonesia (BWI) dengan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS). Penandatanganan naskah kesepahaman antara BAZNAS dan BWI menandai penguatan era kolaborasi antara zakat dan wakaf, karena sesungguhnya keduanya merupakan dua sisi pada mata uang yang sama. Keduanya memiliki karakteristik khas masing-masing, namun dalam prakteknya harus saling mendukung satu sama lain.

Dalam pandangan penulis, ada lima area besar yang dapat dikolaborasikan oleh BAZNAS dan BWI sebagai bagian dari usaha bersama untuk mengoptimalkan potensi zakat, infak, sedekah dan wakaf (ZISWAF) ini. Kelima area besar kerjasama tersebut adalah literasi dan edukasi ZISWAF, kerjasama program pemberdayaan ZISWAF, advokasi kebijakan dan sistem kelembagaan, kajian strategis, dan kerjasama internasional. Kelima wilayah kerjasama ini jika bisa direalisasikan, diyakini akan memberikan dampak yang sangat signifikan dalam mendorong penguatan pembangunan ZISWAF di tanah air.

Pada wilayah edukasi dan literasi, BAZNAS dan BWI harus saling memperkuat dalam mendorong peningkatan pemahaman masyarakat terhadap ZISWAF. Ini adalah hal yang sangat fundamental karena literasi yang baik akan mendorong penguatan komitmen ber-ZISWAF masyarakat. Selain mengedukasi dan mensosialisasikan hikmah dan urgensi ZISWAF, yang juga tidak kalah penting adalah mengedukasi publik terkait dengan sistem ZISWAF yang terintegrasi dan terlembagakan dengan baik.

Masyarakat harus terus menerus diberikan pemahaman bahwa berzakat dan berwakaf yang terbaik adalah melalui lembaga. Ini sangat penting karena masih banyak yang berpendapat bahwa berzakat yang terbaik adalah langsung memberikan zakat pada mustahik, serta berwakaf yang terbaik adalah melalui nazir perseorangan. Walau secara fikih sah, namun secara kualitas pengelolaan dan dampak sosial ekonomi, hal tersebut akan membuat instrumen ZISWAF menjadi kurang optimal.

Tentu sebagai konsekuensinya, peningkatan kualitas kelembagaan amil dan nazir, termasuk inovasi program dan penguatan SDM amil dan nazir, menjadi sangat penting. Transformasi nazir perseorangan menjadi nazir lembaga akan membantu memperkuat pemanfaatan aset wakaf agar lebih memiliki daya ungkit sosial ekonomi yang lebih besar. Kualitas kelembagaan ini pada akhirnya akan memengaruhi tingkat kepercayaan publik terhadap pengelolaan ZISWAF di tanah air.

Selanjutnya, area kolaborasi BWI dan BAZNAS adalah meningkatkan kuantitas dan kualitas program-program pendayagunaan ZISWAF yang dikelola bersama antara BAZNAS dan BWI, beserta seluruh lembaga amil zakat dan lembaga nazir yang ada. Contoh pengelolaan RS Achmad Wardi kerjasama BWI dengan Dompet Dhuafa, yang memadukan antara pendekatan sosial komersial berbasis wakaf dengan pendekatan sosial berbasis zakat, infak, dan sedekah, perlu diperbanyak dan dikembangkan di seluruh wilayah Indonesia.

Kolaborasi program akan memberikan dampak visualisasi yang sangat positif karena masyarakat dapat melihat langsung bagaimana realisasi dari ZISWAF yang mereka tunaikan melalui lembaga. Untuk itu, inovasi pemberdayaan ZISWAF dalam skema program yang terintegrasi harus terus dikembangkan. Ekstensifikasi program ZISWAF menjadi kebutuhan bersama yang harus dapat direalisasikan oleh BAZNAS dan BWI.

Kemudian area yang ketiga adalah advokasi kebijakan dan sistim kelembagaan. Penulis berpendapat sudah saatnya kita mulai mewacanakan integrasi antara UU zakat dengan UU wakaf di ruang publik. Perdebatan publik yang sehat, dengan basis argumentasi yang rasional dan obyektif, akan memberikan jalan terbaik pada model kelembagaan ZISWAF yang tepat, efektif dan efisien. Karena itu, diskusi publik mengenai sistim kelembagaan ZISWAF ini perlu untuk terus didorong dan dikembangkan. Apalagi faktanya, banyak lembaga zakat yang membuat programnya dengan melibatkan aset wakaf, dan sebaliknya, banyak lembaga wakaf yang menggunakan dana ZIS sebagai bagian dari komponen biaya operasional pengelolaan aset wakaf.

Selanjutnya area yang keempat adalah kajian strategis. Ini adalah wilayah kolaborasi yang sangat penting sebagai dasar untuk memperkuat sistim ZISWAF yang ada. Kajian-kajian strategis dapat membantu mengidentifikasi masalah-masalah fundamental yang dihadapi dalam pengembangan ZISWAF, hingga membantu memformulasikan jalan keluar terbaik dalam menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Juga kajian strategis akan membantu pilihan-pilihan kebijakan yang dapat diambil, serta dapat mengevaluasi kinerja pengelolaan ZISWAF yang ada. Secara keilmuan, keberadaan kajian-kajian strategis akan membantu meningkatkan khazanah ilmu pengetahuan, apalagi Indonesia saat ini mulai dikenal sebagai produsen teori di bidang ZISWAF. Indeks Zakat Nasional dan Indeks Wakaf Nasional adalah dua contoh produk ilmu yang menunjukkan keunggulan Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lain.

Terakhir, kerjasama internasional. Rencana perluasan World Zakat Forum (WZF) menjadi World Zakat dan Waqf Forum (WZWF) sebagaimana yang telah diputuskan dalam Pertemuan Tahunan WZF 2020 lalu, perlu dimanfaatkan dengan baik oleh BAZNAS dan BWI dalam memperkuat kepemimpinan Indonesia di kancah global. Indonesia harus memainkan peran yang signifikan dalam upaya mengkonsolidasikan kekuatan zakat dan wakaf internasional sehingga ZISWAF dapat semakin berperan dalam membantu menyelesaikan permasalahan-permaslaahan yang dihadapi umat dewasa ini. Kolaborasi BAZNAS dan BWI diharapkan dapat menjadi jalan untuk mewujudkan misi Indonesia menjadi pusat ekonomi dan keuangan syariah global melalui kepemimpinan di dunia ZISWAF. Wallahu a’lam.

*Penulis adalah Pengamat Ekonomi Syariah FEM IPB dan Anggota BWI

Artikel di atas telah dimuat di Republika 27 Mei 2021

Facebook
WhatsApp
Twitter
LinkedIn
Pinterest

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *