Tingkatkan Kepercayaan Wakif, LSP BWI Gelar Sertifikasi Nazhir di Jatim

Lembaga Sertifikasi Profesi Badan Wakaf Indonesia (LSP BWI) menggelar Ujian Sertifikasi Kompetensi Nazhir Wakaf yang pertama di Jawa Timur. Ujian Sertifikasi ini merupakan akhir dari Pelatihan Berbasis Kompetensi yang diadakan sebelumnya.

Ketua LSP BWI, Nurul Huda mengatakan, pelatihan dan sertifikasi profesi Nazhir ini dimaksudkan untuk membekali Nazhir dengan ilmu dan skill dalam pelaksanaan penerimaan harta wakaf. “Sehingga para nazhir bisa memasarkan program wakaf, mengelola loyalitas wakif, melaksanakan penerimaan harta wakaf dan kompetensi lainnya secara profesional,” katanya di sela pelatihan dan sertifikasi kompetensi Nazhir di Surabaya, Sabtu (19/3/2022).

Dikatakan Nurul Huda, ada sebanyak 42 nazhir yang mengikuti sertifikasi kompetensi tersebut. Mereka berasal dari berbagai lembaga nazhir, Baitul Maal wat Tamwil (BMT), akademisi, hingga pegiat wakaf.

BWI, lanjut dia, memang mulai mewajibkan lembaga yang ingin menjadi nazhir wakaf, khususnya wakaf uang agar memiliki sertifikasi kompetensi. Sertifikasi dirasanya penting untuk meningkatkan kepercayaan wakif yang ingin menyerahkan aset wakafnya.

Nurul Huda mengakui, secara nasional masih sangat sedikit nazhir wakaf yang telah disertifikasi. Bahkan masih jauh di bawah 10 persen dari total nazhir wakaf yang ada. “Yang mengikuti asesmen totalnya 169 se-Indonesia. Karena memang ini masih sangat baru,” ujarnya.

Dalam melakukan sertifikasi kompetensi, pihaknya melaksanakan skema yang disebut dengan skema pelaksanaan penghimpunan dana wakaf. Ada beberpa elemen kompetensi yang djujikan dan harus dikuasai nazhir agar dinyatakan kompeten.

Pertama, nazhir wakaf harus paham risiko mitigasi. Kedua harus paham bagaimana mendesain terkait persoalan pemasaran. Ketiga dia harus paham mengenai masalah fundraising cara menghimpun dana dari masyarakat. Keempat, nazhir juga harus paham cara melakukan komunikasi dengan calon wakif ataupun wakif yang sudah ada.

“Gak boleh satu pun yang tidak kompeten. Kita gak pakai grade nilai, tapi pakai kompetensi atau tidak kompetensi. Ada satu elemen saja yang tidak dipenuhi, maka dia belum kompetensi,” jelas Nurul Huda.

Diungkapkan, antusiasme nazhir wakaf untuk mengikuti sertifikasi kompetensi terus meningkat. Artinya, kata dia, para nazhir sudah mulai memahami pentingnya kompetensi, karena mereka melakukan pengelolaan aset yang harus dipertanggungjawabkan.

Nurul Huda menambahkan, Indonesia adalah negara Muslim terbesar di dunia dengan potensi wakaf yang luar biasa. Potensi wakaf uang di Indonesia mencapai Rp 180 triliun. Namun, kata dia, mampu dihimpun Badan Wakaf Indonesia baru sekitar Rp 860 miliar.

“Secara esensial potensial kita itu ada di angka Rp 180 triliun. Namun yang baru mampu kita himpun itu tidak lebih dari Rp 860 miliar. Artinya masih sangat jauh,” ungkapnya.

Sementara dari sisi aset, Nurul Huda menyebut, saat ini tanah wakaf yang tercatat di Indonesia sebanyak 56.134,75 hektar, di 428.820 lokasi. Itupun, sebagian besar tanah wakaf tersebut belum produktif, karena ketiadaan dana untuk memproduktifkan dan keterbatasan kemampuan nazhir untuk mengelolanya. Untuk itu, pihaknya gencar melakukan pelatihan dan sertifikasi nazhir.

Dia berharap, kegiatan tersebut bisa meningkatkan literasi wakaf di Indonesia. Ketika literasi wakaf naik maka secara langsung minat masyarakat berwakaf juga akan meningkat.

Facebook
WhatsApp
Twitter
LinkedIn
Pinterest

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *