Pendidikan merupakan aspek penting yang menjadi pondasi dalam membangun peradaban saat ini dan masa depan. Tanpa pendidikan, sebuah bangsa tidak dapat menghargai apapun, seperti yang dikatakan oleh Nelson Mandela, “Pendidikan adalah senjata terbaik”. Indonesia perlu serius dalam hal pendidikan, ini merupakan amanat dari UUD 1945 yaitu “Mencerdaskan kehidupan bangsa”.
Dalam Islam, pendidikan menjadi salah satu bagian dari lima maqasid syariah, yaitu al-aql yang mengharuskan manusia memelihara akal dan pikiran. Terpeliharanya akal dan pikiran membutuhkan pendidikan sebagai akses utamanya. Tanpa pendidikan, akal ataupun pikiran hanya akan tumbuh menjadi komponen yang tidak berarti bahkan bisa menghambat perkembangan seorang manusia. Hal itu cukup menggambarkan bagaimana pendidikan adalah kebutuhan primer yang harus terpenuhi.
Memasuki era yang semakin modern, pendidikan terus beradaptasi dengan perkembangan zaman, terutama dengan teknologi dan informasi. Adaptasi tersebut membuat pendidikan bertransformasi menjadi kebutuhan yang sangat mahal. Fasilitas-fasilitas yang ditawarkan menuntut masyarakat untuk membayar uang lebih banyak agar memperoleh pendidikan.
Lembaga pendidikan yang berkualitas, terkenal karena biayanya yang mahal, dan begitu juga sebaliknya, lembaga pendidikan yang murah akan dianggap sebagai lembaga pendidikan yang tidak berkualitas. Kondisi demikian melahirkan stigma di masyarakat bahwa seseorang dengan penghasilan di bawah standar akan sulit memperoleh akses pendidikan yang berkualitas.
Semua itu diperparah dengan ketimpangan yang terjadi antara lembaga pendidikan di Indonesia. Banyak lembaga pendidikan yang berkualitas terus menerus mengeksklusifkan diri dengan biaya yang begitu tinggi sehingga sulit dijangkau oleh masyarakat kelas menengah ke bawah. Di sisi lain, terdapat lembaga pendidikan yang bisa dijangkau oleh masyarakat kelas menengah namun dengan kondisi sekadarnya, minim fasilitas modern, serta tenaga pendidikan yang sangat terbatas.
Pada tahun 2016, sebanyak 35,09% anak tidak dapat melanjutkan pendidikan menuju jenjang yang lebih tinggi karena terkendala biaya. Lalu pada tahun 2020, UNICEF menyebutkan bahwa sebanyak 938 anak di Indonesia putus sekolah karena pandemi yang mengharuskan belajar secara virtual, yang lagi-lagi karena mahalnya fasilitas untuk menunjang belajar secara virtual.
Bisa disimpulkan, permasalahn pendidikan di Indonesia bermuara pada aspek material menyangkut ketersediaan pendanaan, baik pendanaan dari penyedia fasilitas pendidikan seperti kampus dan sekolah, maupun dari keterbatasan dana pihak masyarakat untuk menjangkau fasilitas pendidikan yang ada.
Berkaitan dengan pendanaan, Islam sendiri memiliki beberapa instrument keuangan sosial yaitu Zakat, Infaq, Sedekah, dan Wakaf. Dari keempat instrument tersebut, wakaf bisa menjadi pilihan untuk dikelola sebagai alternatif atau bahkan solusi bagi pendidikan di Indonesia. Sifatnya yang sustainable sangat cocok jika dijadikan pendukung pendanaan dari fasilitas-fasilitas pendidikan.
Wakaf menjadi salah satu philanthropy berbasis Islam yang mempunyai keunggulan dan ciri khasnya sendiri. Wakaf adalah harta yang kepemilikannya dilepaskan dan menjadi milik Allah yang artinya wakaf tidak boleh diambil kembali baik dari segi apapun.
Sesuai dengan hadist Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim radhiyallahu ‘anhuma yang umum dikenal dengan sebutan muttafaqun a’alaih, secara prinsip (pada prinsipnya), harta wakaf itu tidak boleh dijualbelikan, tidak boleh dihibahkan, dan juga tidak boleh diwariskan. Secara hukum positif, negara juga mengaturnya dalam UU No 41 Tahun 2004 tentang Wakaf yang menyatakan bahwa: “Wakaf yang sudah diikrarkan tidak dapat dibatalkan “(Pasal 3). Hal itu bisa menjadi gambaran bahwa sifatnya yang suistainable dikuatkan oleh UU yang ada di Indonesia.
Dalam perkembangannya, Wakaf saat ini dihadirkan dalam bentuk wakaf produktif. Hal ini sebaagai cara untuk menghadirkan wakaf agar lebih implemetatif terhadap kebutuhan zaman. Karena banyak dari masyarakat yang masih beranggapan wakaf hanya terbatas pada pemanfaatan tanah sebagai pemakaman, masjid, dan mushola. Padahal lebih daripada itu, pemanfaatan wakaf sangatlah luas dan dapat diperuntukkan ke berbagai bidang produktif terutama pada sektor pendidikan. Sebagai contoh, seperti Al-Azhar University di Mesir menjadi universitas yang semua fasilitas pendidikannya berasal dari wakaf. Bahkan, anggaran belanja Al-Azhar University melebihi anggaran belanja negara Mesir itu sendiri. Tidak hanya di negara-negara dengan mayoritas Muslim, sepuluh universitas top dunia seperti Harvard University, Yale University, Stanford Univeristy, dan universitas ternama dunia lainnya, mempunyai berbagai fasilitas pendidikan yang berasal dari skema pendanaan sosial mirip seperti wakaf yang istilanya mereka sebut dengan endowment fund, foundation, dan lain sebagainya.
Pusat Antar Universitas (PAU) Wakaf yang dilakukan oleh Badan Wakaf Indonesia merupakan ikhtiar yang tepat dalam menggandeng berbagai perguruan tinggi untuk ambil peran dalam meningkatkan kesadaran berwakaf dan meningkatkan literasi mengenai wakaf yang dirasa masih rendah. Dengan adanya PAU, diharapkan mahasiswa sebagai agen perubahan dapat memberikan edukasi serta pemahaman kepada masyarakat lebih luas mengenai urgensi dan keunikan wakaf ini. Harapannya, semua kegiatan yang dilakukan dengan wakaf dapat didukung sepenuhnya dan masyarakat dapat berkontribusi bersama-sama meningkatkan kualitas pendidikan.
Oleh karenanya, wakaf yang merupakan salah satu philanthropy Islam memiliki cakupan yang sangat luas. Pemanfaatannya bukan hanya untuk hal-hal yang mengandung unsur ritual, namun juga dapat memberikan manfaat yang berkelanjutan secara kemanusiaan.
Oleh: Gina Destrianti Karmanto
(Alumnus Young Islamic Economist Forum MES Fondation_Mahasiswi Sekolah Pascasarjana UGM)