Opini: Pendayagunaan Tanah Wakaf Diatas Tanah Ulayat Untuk Rumah Susun

Sebagaimana yang telah diketahui, tanah ulayat tidak bisa dibagi dan tidak bisa dijadikan objek jual beli kepada pihak lain, karena tanah ulayat itu dihormati untuk kepentingan masyarakat adat dalam artian tanah ulayat merupakan tempat mereka hidup dan mendapatkan kehidupan secara bersama bukan atas nama individu.

Sedangkan tanah wakaf harus merupakan hak milik pemiliknya yang akan diserahkan kepada pihak yang menerima tanah wakaf yang disebut dengan nazhir. Sedangkan wakif itu sendiri sesuai dengan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 haruslah perseorangan atau organisasi atau badan hukum.

Dalam hal ini masyarakat adat yang memiliki tanah ulayat apakah bisa mewakafkan tanahnya kepada pihak penerima tanah wakaf untuk dikelola demi kepentingan dan kesejahteraan umum?.

Sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya, berdasarkan ketentuan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf menerangkan bahwa benda wakaf itu dilarang dijadikan jaminan, disita, dihibahkan, dijual, diwariskan, ditukar atau dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya, hal ini ini tentu sama dengan kedudukan tanah ulayat yang juga tidak boleh diperjual belikan.

Perwakafan tanah bertujuan untuk selama-lamanya atau dalam kata lain bersifat abadi. Sedangkan tanah ulayat juga seperti itu tidak dapat dibagi dan hanya untuk keperluan masyarakat adatnya. Dan kalau ditarik benang merahnya pendayagunaan tanah wakaf yang berasal dari tanah ulayat akan memberikan dampak positif untuk kesejahteraan masyarakat adat tersebut dari sewa dan pemanfaatannya dengan prinsip syariah.

Dan berdasarkan ketentuan Pasal 39 huruf (c) Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentan Wakaf menerangkan bahwa terhadap tanah yang belum berstatus hak milik yang berasal dari tanah milik adat langsung didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama nazhir.

Kemudian peruntukan tanah wakaf pun harus jelas yaitu untuk keperluan ibadah dan kesejahteraan umum masyarakat serta pelaksanaannya sesuai dengan prinsip syariah. Sedangkan pendayagunaan tanah wakaf untuk rumah susun umum dan rumah susun khusus berdasarkan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 dilakukan dengan cara sewa atau kerjasama pemanfaatan sesuai dengan ikrar wakaf.

Dari sisi ini pendayagunaan tanah wakaf akan memperoleh timbal balik positif bagi wakifnya baik berupa amal jariyah serta kesejahteraan bagi masyarakat umum dari sewa rumah susun tersebut yang berdasarkan prinsip syariah. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf yang menerangkan bahwa larangan harta wakaf ditukar dikecualikan apabila harta benda wakaf yang telah diwakafkan digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan rencana umum tata ruang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan syariah.

Kemudian pada Pasal 43 ayat (2) Undang-Undang Wakaf ini menjelaskan bahwa pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sebagaimana pada ayat (1) dilakukan secara produktif. Dalam penjelasan Undang-Undang ini menerangkan bahwa maksud produktif adalah dengan cara pengumpulan, investasi, penanaman modal, produksi, kemitraan, perdagangan, agrobisnis, pertambangan, perindustrian, pengembangan teknologi, pembangunam gedung, apartemen, rumah susun, pasar swalayan, pertokoan, perkantoran, sarana pendidikan ataupun sarana kesehatan dan usaha-usaha yang tidak bertentangan dengan syariah.

Dan yang perlu diperhatikan oleh masyarakat adat yang telah menyerahkan tanah ulayatnya untuk menjadi tanah wakaf kepada nazhir untuk kepentingan umum berupa rumah susun umum dan rumah susun khusus yaitu tanah wakaf tersebut tidak bisa dibatalkan serta tidak boleh ditukar peruntukannya oleh nazhir semaunya saja.

Pendayagunaan tanah wakaf untuk rumah susun sangat menbantu masyarakat berpenghasilan rendah dalam mencari tempat hunian ditengah kota yang padat serta dekat dengan tempat kerja. Dan tanah wakaf tersebut akan termaksimalkan potensi ekonominya karena dengan adanya pemukiman maka ekonomi pasti hidup dan berkembang disekitarnya dan tanah ulayat yang pada awalnya tidak ada yang mengelolanya menjadi nilai manfaat yang luar biasa setelah menjadi tanah wakaf baik berupa amal jariyah, membantu masyarakat berpenghasilan rendah karena harga sewa yang murah dan membantu kesejahteraan masyarakat sekitar dengan tumbuhnya ekonomi dan ini sesuai dengan prinsip syariah yang mengutamakan kemaslahatan (kebaikan) bersama daripada individu atau golongan dan merupakan terobosan penting ditengah keterbatasan lahan.

Penulis : Ridho Afrianedy

Facebook
WhatsApp
Twitter
LinkedIn
Pinterest

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *