Sebidang tanah dari Mukhairik, seorang Yahudi yang terbunuh pada saat perang Uhud. Sebelum kematiannya telah berwasiat untuk memberikan tanah tersebut kepada Nabi, kemudian Nabi mewakafkan tanah tersebut.
Pada masa Umar bin Abdul Aziz, kurma yang dihasilkan dari tanah Mukhairik sangat terkenal cita dan rasanya. Imam ibn Syabbah menyebutkan, bahwa ketujuh kebun Mukhairik itu bernama; al-Dalal, Barqah, al-Awaf, alShafiyah, al-Matsyab, Husna, dan Masyrabat Umm Ibrahim (al-Hujaili,1999: 17-8).
Wakaf berikutnya berasal dari harta rampasan perang Bani Nadhir yang dimanfaatkan Rasulullah saw untuk keluarga dan keturunannya. Namun demikian, Rasulullah hanya mengambil kecukupan manfaat wakaf untuk keluarganya selama setahun, dan sisanya dibelikan peralatan perang untuk jihad di jalan Allah. Ketentuan pembagian harta rampasan tersebut bukan dari perintah Rasulullah, melainkan firman Allah SWT dalam surat al-Hasyr [59]: 6 (al-Sayyid, 1968: 365).
Lainnya, harta rampasan perang dari Khaibar dan Fadak yang dibagikan Rasulullah untuk keluarga dan sahabat-sahabatnya. Namun, Sa’ad alHujaili (1999: 136) menyebutkan, bahwa harta dari Fadak diwakafkanuntuk keperluan ibnu sabīl, sementara Khaibar dibagi menjadi tiga, duabagian untuk kaum muslimin, satu bagian untuk keluarga Rasulullah, di mana sisanya diberikan Rasulullah kepada fakir miskin dari kaum Muhajirin. Barang-barang lainnya, seperti rumah, peralatan perang, perlengkapan pakaian, binatang tunggangan dan ternak, juga diwakafkan setelah wafatnya Rasulullah.
Namun, sebagian besar sudah sulit ditemukan keberadaannya saat ini, kecuali beberapa saja yang tersimpan dalam peninggalan sejarah.
Kemudian juga terdapat beberapa masjid yang dibangun di beberapa tempat dakwah Rasulullah saw, masjid-masjid ini disebut dengan “alMasajid al-Atsariyyah”, yaitu masjid-masjid yang dibangun pada masa perjalanan dakwah Rasulullah menyebarkan Islam.
Di antaranya, yaitu: masjid Nabawi, Kuba,al-Ijābah, Bani Anif, Bani Haram, Bani Dinar, Bani Dhafar, Jum’ah, dan masih banyak masjid lainnya.
Pada saat Rasulullah hidup, pengelolaan wakaf dipercayakan kepada Abu Rafi’ yang memiliki nama asli Ibrahim. Setelah wafat, pengelolaan wakaf diserahkan kepada Ali bin Abi Thalib, dilanjutkan Hasan bin Ali, kemudian Husain bin Ali, diserahkan kepada Ali bin Husain, seterusnya Hasan bin Hasan, Zaid bin Hasan, dan Abdullah bin Hasan, sampai kepada masa Abbasiyah(al-Asqalani, 1960: 197).