JAKARTA–Umat Islam sangat mampu dan harus memiliki bank wakaf internasional. Demikian ditandaskan Zainulbahar Noor dalam Seminar ”Peluang dan Tantangan Perwakafan di Indonesia” yang diselenggarakan LAZIS (Lembaga Amil Zakat, Infak, Sedekah) Dewan Dakwah di Aula Masjid Al Furqan Dewan Dakwah Jakarta Pusat, Rabu (18/9/2013).
Zainul memaparkan, potensi wakaf tunai terus bertumbuh seiring dengan perkembangan jumlah dan tingkat kesejahteraan umat Islam. ”Wakaf tidak akan berkurang, tapi terus bertambah,” katanya. Potensi ini bahkan mengalahkan akumulasi modal perbankan seluruh dunia.
”Jika potensi tersebut digali dan dikelola secara berjamaah lewat manajemen bank wakaf internasional, niscaya menjadi kekuatan ekonomi dunia yang dahsyat,” ujar Mantan Direktur Utama Bank Muamalat Indonesia.
Sementara itu Wakil Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Mustafa Edwin Nasution menyebut contoh potensi wakaf tunai di Indonesia. Negeri ini, katanya, memiliki tak kurang dari Rp3 Triliun per tahun potensi wakaf tunai (cash waqf).
Potensi raksasa tersebut, menurut Ketua Dewan Pembina Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Prof AM Saefuddin, bukan sekadar hitungan di atas kertas. Secara praktik sudah dicoba, seperti yang dilakukan Presiden Soeharto dulu. ”Pak Harto pernah bereksperimen dalam penggalangan potensi umat melalui pendirian Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila (YABMP),” tutur AM Saefuddin. Waktu itu, Presiden Soeharto mewajibkan pegawai negeri sipil merelakan gajinya dipotong Rp 2.500 per orang per bulan sebagai dana sosial.
Terlepas dari kontroversinya, YABMP berjasa besar mendayagunakan dana sosial tersebut melalui program-program keumatan seperti Pengiriman Da’i Transmigrasi bekerja sama dengan Majelis Ulama Indonesia dan Imam Transmigrasi bekerja sama dengan Majelis Dakwah Indonesia.
”Yang monumental, YABMP telah membangun 999 Masjid Amal Bhakti Muslim Pancasila di 27 Propinsi di Tanah Air. Karena itu, Presiden SBY sebelum lengser seharusnya meninggalkan monumen amal seperti mendirikan Bank Wakaf Internasional Indonesia,” ujar salah satu tokoh intelektual muslim Indonesia itu.
Pada 8 Januari 2010, Presiden SBY memang sudah mencanangkan Gerakan Nasional Wakaf Tunai. Untuk mengefektifkan gerakan ini, diperlukan sosialisasi yang lebih intensif. Sebab, kata Urip Budiarto, banyak orang yang belum mengenal wakaf tunai.
”Kebanyakan orang menganggap wakaf hanya berupa tanah. Itu pun tanah yang tidak produktif atau tidak laku-laku dijual, atau malah tanah sengketa,” ungkap Budiarto, sambil menambahkan TWI kadang terpaksa menolak wakaf tanah lantaran bermasalah.
Sedangkan Direktur Lembaga Wakaf Al-Azhar Muhammad Rofiq menawarkan sosialisasi wakaf dengan menggunakan pendekatan ilmu marketing. Misalnya, variasi program pendayagunaan wakaf yang ditawarkan dikemas dalam produk-produk mirip produk perbankan. Hal ini untuk membidik segmen Muslim modern dan terdidik.
”Kami menawarkan produk wakaf pertokoan, wakaf apartemen, wakaf pesawat, dan sebagainya,” ungkap Rofiq penuh semangat.
Ia menyadari, penawaran itu belum lazim. Tapi, Rofiq mengingatkan, pesawat kenegaraan pertama Republik Indonesia adalah Pesawat Seulawah yang merupakan wakaf dari rakyat Nangroe Aceh Darussalam.
Seminar sehari ini dihadiri oleh Zainulbahar Noor, Wakil Ketua BWI Mustafa Edwin Nasution, Direktur Tabung Wakaf Indonesia (TWI) Urip Budiarto, Muhammad Rofiq, Prof AM Saefuddin, KH Syuhada Bahri, H Ade Salamun, dan mitra dan para donatur Dewan Dakwah, serta sejumlah amilin dari beberapa lembaga amil zakat. (arrahmah.com)