Sukuk Linked Wakaf dan Kesehatan (1)

Indonesian Shariah Economic Festival (ISEF) 2017 yang diselenggarakan di Surabaya oleh Bank Indonesia baru saja usai. Acara yang berlangsung total mulai dari hari selasa (7 November) hingga Sabtu (11 November) menghasilkan banyak kemajuan untuk mengokohkan Indonesia sebagai pusat Ekonomi Syariah dunia.

Seminar keuangan syariah yang mengintegrasikan orientasi komersial dan sosial tentu menarik perhatian dunia. Karena selama ini banyak pembahasan keuangan syariah arahnya pada keuntungan individual atau institusi. Integrasi tersebut akan membuka peluang bahwa keuntungan yang tercipta dari orientasi bisnis akan digunakan untuk kepentingan sosial.

Dibahasnya tata kelola wakaf (Waqf Core Principles) dan tata kelola zakat (Zakat Core Principles) adalah bukti yang lain kontribusi indonesia terkait ekonomi syariah ke dunia International karena kedua tata kelola tersebut sangat ditunggu untuk dapat diimplementasikan oleh lembaga amil zakat dan nazhir (pengelola) wakaf di negara lain.

Selain kontribusi yang signifikan pada dunia international, di dalam negeri pun Indonesia mencoba untuk berinovasi melalui instrumen yang ada untuk menggerakkan sektor ekonomi dan dan sektor sosial dengan tidak keluar dari koridor syariah.

Kebutuhan Indonesia akan sektor infrastruktur sangatlah besar. Menurut data yang dipaparkan oleh Bappenas dalam ISEF kemarin, total kebutuhan dana untuk sektor ini adalah sebesar Rp 5.000 trilliun. Hal ini meliputi listrik, jalan raya, sarana prasarana air minum, pelabuhan, dan lain sebagainya. Untuk mencukupi kebutuhan tersebut, kita tidak bisa mengandalkan pajak dan cukai dalam APBN. Partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan.

Salah satu pembahasan yang sangat menarik dalam kerangka pembangunan ekonomi dan sosial tanpa dana APBN adalah pembahasan tentang gabungan wakaf dan sukuk atau yang disebut dengan Sukuk Linked Wakaf (SLW).

Kalau kita ingat perkembangan sukuk negara di Indonesia, pemerintah khususnya direktorat pembiayaan syariah Kementerian Keuangan sejak sekitar 2009 hingga sekarang tidak henti-hentinya melakukan inovasi. Dari sisi jenis sukuk negara, kita mengetahui terdapat sukuk ritel, sukuk dana haji, sukuk tabungan, dan lain lain. Dari sisi penjualan, pemerintah mengeluarkan global sukuk yang dijual di luar negeri dan sukuk yang dijual domestik dan lain sebagainya.

Tujuan dengan adanya variasi jenis sukuk sudah barang tentu adalah kualitas portofolio pemerintah. Selain itu, tujuan pemerintah adalah untuk edukasi masyarakat. Selama ini masyarakat masih melihat hanya perbankan dalam usaha investor untuk melakukan investasi. Padahal, masih banyak lagi alternatif investasi salah satunya adalah sukuk.

Secara sederhana SLW adalah sukuk. Dana yang terkumpul dari penjualan sukuk akan digunakan oleh pemerintah dan nazhir untuk proyek produktif di atas tanah wakaf. Selama ini, apa pun bentuk proyek, porsi harga tanah adalah cukup signifikan. Sehingga apabila tanahnya adalah tanah wakaf, tentunya akan lebih efisien.

Sukuk jenis ini digagas oleh Bank Indonesia bekerja sama dengan Kementerian Keuangan, Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan kementerian lain yang terkait. Laba dari proyek produktif akan digunakan untuk berbagai kebutuhan di sektor sosial, salah satunya adalah sektor kesehatan. Mengapa kesehatan?

Sektor ini perlu banyak dibantu mengingat orang tidak akan dapat bekerja dengan baik apabila dia sakit. Peran BPJS untuk membantu kesehatan pun ada batasnya. Sehingga apabila ada perlakuan khusus pada pasien yang tidak ditanggung BPJS, beban adalah pada pasien tersebut, dan hal ini sering terjadi. Oleh karena itu, sektor kesehatan ini harus mendapat perhatian yang serius.

Skema SLW adalah sebagai berikut: BWI mengusulkan tanah wakaf di lokasi strategis untuk digunakan proyek tersebut. Setelah melalui studi kelayakan yang komprehensif, keputusan akhir jenis proyek adalah misalnya untuk membangun hotel. Kemudian, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan mengeluarkan sukuk untuk digunakan membangun hotel yang telah direncanakan.

Bersambung …

 

Penulis:

Raditya Sukmana, Ketua Departemen Ekonomi Syariah, peneliti Center for Islamic Social Finance Universitas Airlangga
Nur Rochmah, Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

 

Sumber: ROL

Facebook
WhatsApp
Twitter
LinkedIn
Pinterest

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *