Pengelolaan Wakaf di Masa Dinasti Umayyah

Pengelolaan Wakaf di Masa Dinasti Umayyah

Syariat wakaf telah dikenal sejak zaman Rasulullah, tepatnya ketika hijrah ke Madinah. Rasulullah SAW sendiri yang pertama kali mewakafkan tanah milik untuk di bangun Masjid. Masjid yang di bangun atas dasar takwa itu kini dikenal dengan sebutan Masjid Quba. Setelah itu, wakaf banyak dipraktekkan para sahabat.

Lalu, praktek wakaf juga berjaya di era selanjutnya, salah satunya di masa khilafah Umayyah. Seiring dengan terus meluasnya wilayah kekuasaan umat di era dinasti Umayyah, Islam telah menjadi negara yang kuat dan damai. Para pakar menyebut dinasti Umayyah sebagai masa keemasan pencapaian kejayaan pemerintahan Islam. Meski memerintah kurang dari satu abad, berbagai kemajuan telah banyak diraih. Berbagai praktik ekonomi Islam makin dikembangkan, mulai dari sedekah, Zakat, infak, dan wakaf.

Hal ini rupanya memberi dampak signifikan bagi kesejahteraan dan kemaslahatan umat Islam.

Pada zaman itu,  wakaf tidak hanya dikelola dan didistribusikan untuk orang-orang fakir dan miskin saja, tetapi wakaf menjadi modal untuk membangun lembaga pendidikan, membangun perpustakaan dan membayar gaji para stafnya, gaji para guru dan beasiswa untuk para siswa dan mahasiswa.

Di masa ini, wakaf awalnya hanyalah keinginan berbuat baik seseorang dengan menyalurkan kekayaan yang dimilikinya dan dikelola secara individu tanpa ada aturan pasti yang menaunginya. Antusiasme masyarakat Muslim untuk berwakaf telah menarik perhatian  penguasa Dinasti Umayyah untuk mengatur dan mengelola wakaf. Maka, dibentuklah lembaga yang mengatur wakaf. Lembaga itu bertugas untuk mengelola, memelihara dan menggunakan harta wakaf, baik secara umum seperti masjid atau secara individu atau keluarga. Seiring berjalannya waktu, Umat Islam mulai merasakan betapa pentingnya pengelolaan oleh lembaga wakaf, hingga timbul keinginan mengatur perwakafan dengan baik dan benar bedasarkan Al Quran dan Sunnah. Setelah itu, dibentuklah lembaga yang mengatur aset wakaf dan penyalurannya ke mauquf ‘alaih.

Taubah bin Ghar al-Hadhramiy yang menjabat sebagai hakim di Mesir pada masa Khalifah Hisyam bin Abdul Malik (724-743 M) dari Dinasti Umayyah, misalnya, telah merintis pengelolaan wakaf di bawah pengawasan seorang hakim. Ia juga menetapkan formulir pendaftaran khusus dan kantor untuk mencatat dan mengawasi wakaf di daerahnya.

Upaya itu mencapai puncaknya dengan berdirinya kantor wakaf yang berfungsi sebagai tempat pendaftaran dan kontrol terhadap harta yang diwakafkan. Lembaga wakaf itu tercacat sebagai yang pertama dalam mengelola administrasi wakaf di Mesir, bahkan di seluruh negeri Islam pada masa itu.

(Wakaf Orang Indonesia)
Editor : Humas Badan Wakaf Indonesia

 

Facebook
WhatsApp
Twitter
LinkedIn
Pinterest

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *