“Bila tak segera disertifikasi, aset berharga umat Islam itu terancam hilang,” kata di Jakarta, (14/11). Dengan kondisi semacam ini, jelas dia, pemerintah mengeluarkan dana lebih besar untuk sertifikasi tanah dibandingkan pada 2011 ini yang hanya Rp 3,5 miliar.
Ia menegaskan, semua tanah wakaf itu mesti besertifikat. Tak hanya itu, ia menyayangkan se-bagian besar tanah wakaf belum dimanfaatkan secara produktif. Menurut dia, kasus ini dipicu faktor pemahaman masyarakat yang masih kurang. “Mereka masih beranggapan peruntukan tanah hanya sebatas masjid dan pemakaman,” ujarnya.
Ketua Umum BWI Tholhah Hasan mengakui, pemanfaatan tanah wakaf untuk hal produktif masih belum maksimal. Untuk mendongkraknya, wakaf produktif harus benar-benar memberikan manfaat besar bagi umat Islam. Ke depan, inilah yang menjadi agenda utama BWI agar tanah wakaf tak terbengkalai. Ia juga ingin pengembangan wakaf produktif tak terpusat di perkotaan.
Menurut dia, rapat koordinasi yang dihadiri tujuh perwakilan tetap BWI dan sembilan calon perwakilan itu adalah kesempatan pemetaan potensi wakaf di seluruh Indonesia. Empat perwakilan tetap di provinsi, yaitu Jawa Timur, Kalimantan Timur, Kepulauan Riau, dan Sumatra Utara, serta tiga lainnya di kabupaten atau kota, yaitu Kabupaten Bima, Kota Bogor, dan Padang Panjang.
Sedangkan sembilan calon per-wakilan adalah DKI Jakarta, Su-matra Barat, dan Banten untuk tingkat provinsi. Enam lainnya Kota Cilegon, Karawang, Tangerang Selatan, Kabupaten Bogor, Batam, dan Kabupaten Sukabumi. Tholhah mengatakan, rapat koordinasi dijadikan kesempatan memetakan potensi wakaf di seluruh daerah dan akan ada proyek percontohan wakaf produktif di wilayah masing-masing.
Tujuannya, sebagai motivasi bagi para nazir atau pengelola wakaf untuk memanfaatkan tanah wakaf dengan produktif. Dengan demikian, akan menghasilkan nilai surplus bagi pengembangan ekonomi masyarakat dan membangun kemandirian bangsa. “Wakaf harus jadi gerakan kebangkitan umat,” katanya
Wakil Ketua BWI Mustafa Edwin Nasution menuturkan, data pengelolaan wakaf produktif belum diperoleh secara riil. Tetapi, sejumlah nazir telah menempuh usaha memproduktifkan tanah mereka. Di Jawa Tengah, misalnya, Yayasan Badan Wakaf Sultan Agung telah mengelola tanah wakaf di berbagai sektor seperti pendidikan meliputi TK hingga perguruan tinggi dan rumah sakit dengan konsep modem.
Pemberdayaan tanah produktif di sektor ekonomi di Indonesia, jelas dia, masih relatif sedikit jika dibandingkan dengan aktivitas wakaf produktif oleh lembaga wakaf di Timur Tengah. Beberapa negara di wilayah telah menggarap tanah wakaf secara produktif seperti dibangun perkantoran, dan pusat perdagangan.
Program kerja mendatang,kata Mustafa, mencakup kerja sama dengan berbagai pihak. Misalnya, rencana BWI dan Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia mendirikan Wakaf Tower di atas tanah dan dengan dana wakaf.
Ia juga menginformasikan, di akhir tahun ini sebuah rumah sakit di Serang, Banten, yang dibangun di atas tanah wakaf akan diresmikan. (Ferry/Nashih/republika)