Jakarta – Rencana pemerintah untuk menerbitkan surat berharga syariah atau sukuk berdenominasi dollar Amerika Serikat tinggal selangkah lagi. Kementerian Keuangan bersama tiga penjamin emisi, hingga Senin (14/11) malam, masih membahas penetapan harga atau pricing atas sukuk global tersebut. Tiga penjamin emisi sukuk global itu adalah HSBC Holdings Plc., Citigroup Inc., dan Standard Chartered Plc. Sumber Kontan menyebutkan, untuk sementara sukuk global ini menawarkan imbal hasil atau yield sebesar 4,25%.

“Proses pricing sudah dimulai setelah makan siang dan sampai sekarang (tadi malam) belum selesai karena dilakukan selama 24 jam. Jadi, yield-nya kemungkinan akan ditekan dan ditetapkan lebih rendah,” bisik sumber Kontan di Jakarta, yang mengetahui rencana penerbitan sukuk global tersebut, kemarin.

Surat berharga syariah ini akan berjangka waktu tujuh tahun. Adapun dana yang berpotensi terserap dari aksi korporasi tersebut maksimal US$ 1 miliar.

Sumber lainnya mengungkapkan, pemerintah sebelumnya telah melakukan penawaran awal atau bookbuilding untuk mengetahui minat pasar mancanegara. Roadshow juga telah dilaksanakan di beberapa waktu lalu ke sejumlah negara, seperti Amerika Serikat, kawasan Timur Tengah dan Asia.

Prospek sukuk global

Dahlan Siamat, Direktur Pembiayaan Syariah Direktorat Pengelolaan Utang Kementrian Keuangan mengatakan pemerintah belum menetapkan yield untuk instrumen tersebut. “Pricing masih berlangsung,” tutur dia.

Analis obligasi NC Securities, I Made Adi Saputra, berpendapat tawaran imbal hasil sebesar 4,25% sudah terlalu tinggi. Sebab, merujuk pada imbal hasil global bond terbitan pemerintah yang jatuh tempo pada 2018 hanya mencatatkan kisaran 3,42%. “Sementara imbal hasil global bond yang jatuh tempo 2019 di level 3,60%. Jadi dengan tenor yang sama, imbal hasilnya lebih tinggi sekitar 65 basis poin,” ujar dia.

Made menilai, yield sukuk global tersebut bisa ditetapkan di kisaran 4%. Apalagi, Indonesia diproyeksikan segera mencatatkan kenaikan peringkat surat utang menjadi layak investasi alias investment grade.

Alhasil, setiap surat berharga yang diterbitkan pemerintah Indonesia, termasuk sukuk global, menjadi sangat menarik. “Jadi, pemerintah tidak perlu memberikan risk premi yang terlalu tinggi dibandingkan global bond yang telah diterbitkan sebelumnya,” ungkap Made.

Pandangan senada diungkapkan Noor Hj A Rahman, Chief Executive Officer OSK-UOB Islamic Fund Management Bhd. di Kuala Lumpur. Dengan selangkah lagi mendekap predikat investment grade, “Banyak orang yang tertarik dengan aset-aset Indonesia,” ucap dia seperti dikutip Bloomberg.

Tapi, Zulkiflee Nidzam, Head of Foreign Exchange and Bond Trading Asian Finance Bank Bhd., yang berbasis di Kuala Lumpur, menilai, imbal hasil sukuk global sebesar 4,25% kurang menarik. “Saya sedang mencari aset berimbal hasil minimal 5%,” ucap dia. [kntn]

Facebook
WhatsApp
Twitter
LinkedIn
Pinterest

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *