Menurut Imanuddin, anggota DPRD Kolut, BPN Kabupaten Kolut sangat lambat dan terkesan mengabaikan persoalan terbitnya sertifikat atas nama M. Saide. Padahal tanah yang selama ini digunakan sebagai lapangan sepak bola dianggap sebagai tanah wakaf, sehingga beberapa warga Desa Lametuna menggugat karena merasa tanah tersebut benar-benar di wakafkan oleh orang tua mereka.
Imanuddin mengungkapkan, tahun 2010 lalu DPRD Kolut bersama masyarakat penggugat telah melayangkan surat kepada BPN Provinsi untuk diadakan penarikan atau pembatalan sertifikat yang di nilai cacat hukum yang telah dikeluarkan oleh BPN Kabupaten Kolut, akan tetapi sampai saat ini belum ada tindak lanjut.
”Padahal tanah ini adalah asset daerah, tapi BPN belum menindaklanjutinya,” katanya.
Sementara itu Kasi Panata Guna dan Kawasan tertentu BPN Kolut, Salamuddin yang ditemui di kantor BPN Kolut, (15/11), menyatakan bahwa BPN tidak memiliki wewenang untuk membatalkan sertifikat yang telah diterbitkan tanpa melalui proses hukum, sebab BPN dalam mengeluarkan sertifikat tidak asal menerbitkan.
“BPN memiliki dasar dan prosedur untuk menerbitkan sertifikat tidak asal diterbitkan, sehingga untuk tuntutan pembatalan harus melalui proses hukum perdata,” katanya.
Menurutnya, pihak penggugat harus mengugat melaui proses hukum perdata. BPN nantinya hanya sebagai saksi ahli untuk kemudian kalau pihak penggugat memenangkan maka oleh pengadilan diadakan pembatakan sertifikat.
”Jadi tidak semaunya BPN untuk menarik sertifikat yang telah dikeluarkan,” kata Salamuddin.
Sebelumnya salah seorang warga Lametuna, Kidwan mengaku bahwa tanah yang disertifikatkan M. Saide merupakan tanah wakaf dari 3 orang, satu diantaranya adalah orang tuanya yakni Sabria, Sania dan Almarhum Haeba untuk dijadikan lapangan sepak bola dan telah digunakan oleh masyarakat selama 20 tahun lebih. [inilah/mor]