Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas menilai transformasi wakaf dari aset tetap ke aset bergerak, seperti saham, surat berharga dan deposito syariah bakal memiliki nilai manfaat yang lebih besar untuk kemaslahatan masyarakat.
“Ini (transformasi aset wakaf) jelas merupakan sebuah potensi yang luar biasa dahsyatnya, kalau seandainya kita bisa mengelolanya dengan baik dan profesional,” ujar Anwar Abbas dilansir dari laman ANTARA, Rabu (05/08/2021).
Ia mengatakan transformasi aset wakaf itu tidak sedikitpun menyalahi aturan syariat Islam. Pasalnya, semangat atau inti dari berwakaf itu, yakni berbagi dan berbuat baik kepada sesama, terutama bagi mereka yang tengah membutuhkan.
Wakaf aset tetap, seperti tanah dan bangunan, katanya, memang lebih dikenal sebagian besar masyarakat ketimbang wakaf uang maupun aset bergerak. Namun, aset bergerak memiliki keunggulan tersendiri karena nilai manfaatnya berkelanjutan dan akan bisa menjadi dana abadi.
“Untuk itu kalau si pewakaf ingin mewakafkan hasil dari kekayaan yang dimilikinya itu untuk selamanya, seperti yang sudah lazim selama ini, hukumnya adalah boleh. Tapi kalau seandainya si pewakaf mewakafkan hartanya untuk diambil manfaatnya dalam waktu tertentu, misalnya satu, tiga, lima tahun dan seterusnya, juga boleh dan bisa,” kata Anwar.
Ketua PP Muhammadiyah ini juga mengisahkan jika dulu ulama memang lazim berwakaf berupa benda yang tidak bergerak, seperti tanah, pohon, kebun, atau bangunan. Manfaat dari wakaf itu boleh diambil untuk kepentingan umum, sementara wakaf pokoknya, seperti tanah, kebun, dan bangunan tetap menjadi milik yang mewakafkan.
Akan tetapi, katanya, di tengah kemajuan teknologi dan digitalisasi ekonomi seperti saat ini, diperlukan inovasi dalam pengelolaan wakaf agar nilai manfaat bisa terus bergerak dan bisa terus digunakan dalam membantu umat.
“Tapi para ulama zaman sekarang, karena melihat perkembangan yang luar biasa dalam dunia ekonomi, telah melakukan ijtihad. Ini artinya hasil yang didapat dari surat berharga tersebut silahkan diambil manfaatnya untuk kepentingan orang banyak, tetapi kepemilikan dari saham dan surat berharga serta pokok depositonya tetap menjadi milik dari yang mewakafkan,” kata dia.
Ia kembali mencontohkan apabila suatu daerah akan membangun sarana umum, seperti sekolah atau rumah sakit dengan menggunakan uang pinjaman di bank, maka harus mengembalikan nilai pokok ditambah margin pinjaman sesuai tenor yang disepakati.
Sementara jika menggunakan aset wakaf bergerak, penyelenggara pembangunan hanya cukup membayar uang aset pokok saja sesuai dengan nilai surat berharga yang dikeluarkan.
“Jadi yang mewakafkan hartanya dapat pahala dan masyarakat luas mendapat manfaatnya dan setelah masa 10 tahun pihak yang mewakafkan hartanya dapat kembali memiliki pokoknya untuk dia pergunakan bagi kepentingan diri dan keluarganya,” kata dia.
Sebelumnya, Wakil Presiden Ma’ruf Amin mendorong umat Islam melakukan transformasi wakaf dari aset tetap ke aset bergerak, seperti saham, surat berharga, maupun deposito syariah.
Menurutnya, wakaf bisa dilakukan dengan aset bergerak, sepanjang aset pokoknya tidak berkurang dan hasil pengembangannya dibagikan.
“Oleh karena itu, definisi wakaf tidak hanya baqa’i ainihi, tapi juga baqa’i ashlihi, bahkan baqa’i manfaatihi. Bisa saja barangnya tidak ada, tapi karena dipindahkan, maka nilai manfaatnya terus berlanjut,” kata wapres.