Wakaf dalam sejarah Islam mencakup semua aspek penting peradaban. Mulai dari pendirian masjid, perpustakaan, bimaristan (rumah sakit), air mancur, sumur, kamar mandi, dan sekolah. Semua itu merupakan kebutuhan seluruh masyarakat bahkan non-muslim sekalipun. Sementara dari sisi agama, tentu saja peran wakaf tidak terbantahkan.
Ada banyak masjid yang terbangun karena wakaf. Masjid yang digunakan terus menerus untuk ibadah umat, berbuah pahala jariyah bagi semua unsur yang membangun hingga menjalankannya. Namun, wakaf itu bukan hanya diperuntukkan untuk membangun masjid. Islam justru menghadirkan wakaf sebagai salah satu pilar ekonomi yang bisa muslim jalankan dalam rangka mendukung kehidupan dunia-akhirat. Yakni, wakaf sebagai bagian dari ZISWAF (Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf).
Salah seorang sosok yang terkenal dan mempraktikkan wakaf yakni Sultan Salah al-Din al-Ayyubi. Wujud wakaf itu yakni terbangunnya sekolah – sekolah pada masa Dinasti Ayyubiyah sekitar pertengahan abad ke-13. Diantaranya yaitu:
- Sekolah di Kairo, letaknya di samping tempat historis yang dinisbatkan kepada Imam Al Husain bin Ali
- Sekolah Zain an Najjar di Mesir sebagai sekolah untuk mahzab Syafi’i
- Sekolah di bangunan rumah Abbas bin Sallar sebagai sekolah untuk mahzab Hanafi
- Sekolah Madrasah Al Qamhiyyah sebagai sekolah untuk mahzab Maliki
- Sekolah Al Madrasah Ash Shalafiyyah di dekat pintu Asbath, di dalam pagar tembok Al Quds Asy Syarif
Sekolah – sekolah tersebut tidak hanya mengajarkan ilmu agama tetapi juga bahasa, sejarah, hisab, arsitektur, astronomi, dan ekonomi. Ini menjadi contoh bahwa wakaf sebagai pilar pembangun peradaban, sangat bisa diaplikasikan untuk membangun sektor pendidikan. Ini pun tidak berhenti di tangan Shalahuddin al Ayyubi saja, tetapi juga dilanjutkan oleh para amir al Ayyubi.
Keberlanjutan wakaf bisa kita saksikan sendiri dengan tercatatnya Madrasah Al Adiliyyah di Damaskus (dari Al Malik Al Adil), Darul Hadits Al Asyrafiyyah (dari Al Kamil Muhammad bin Ahmad bin Ayyub, Madrasah Ash Shalihiyyah (dari Al Malik Ash Shalih Nazmuddin Ayyub), dan lainnya.
Atas upaya membangun peradaban melalui wakaf tersebut, setidaknya turut berperan mempertahankan Dinasti Ayyubiyah selama sekitar 1 abad. Waktu yang jelas tidak singkat. Kemudian selama waktu berjalan bahkan hingga sekarang, manfaat wakafnya terus bergulir dan mencatatkan amal jariyah bagi para pembangun dinasti tersebut.
R. Ika Lestari Widianti (Wakaf Salman ITB)