Wakaf dan Cahaya Harapan di Era Baru Kepemimpinan

Indonesia memasuki babak baru, Presiden Prabowo yang mengemban amanah sebagai pemimpin negeri dengan penuh harapan. Kabinet baru terbentuk, menteri-menteri dan wakil menteri dilantik, menandakan arah baru yang hendak diambil untuk membawa negeri ini menuju masa depan yang lebih gemilang. Optimisme menggema, laksana fajar yang terbit membawa sinar hangat di pagi hari, menandai awal baru yang penuh potensi. Di tengah riuh rendah peralihan ini, terselip satu mimpi besar yang terus menggetarkan dada para pelaku ekonomi syariah: pengembangan wakaf sebagai pilar penting dalam ekonomi nasional.

Namun, langkah kita masih panjang. Dalam gemuruh penyusunan kabinet, kata “wakaf” belum benar-benar menjadi perhatian utama. Belum ada kejutan munculnya kementerian wakaf atau wakil menteri yang secara khusus menangani keuangan sosial Islam. Tetapi, kita tak boleh berhenti pada kekecewaan kecil. Seperti biji yang ditanam, wakaf membutuhkan waktu untuk bertumbuh. Hari ini mungkin belum, tetapi esok, siapa yang tahu?

Wakaf adalah harapan yang merangkul kepedulian, gotong royong, dan keberlanjutan. Ini bukan hanya tentang harta benda yang diabadikan, melainkan tentang menabur kebajikan yang terus berbuah, memberi manfaat bagi generasi demi generasi. Di tengah derasnya agenda-agenda besar yang kini disusun, wakaf tetap memiliki peluang besar untuk menjadi kekuatan perubahan sosial dan ekonomi yang berdampak mendalam.

Presiden baru telah menyusun kabinet merah putih yang diisi oleh 109 tokoh dengan berbagai latar belakang, siap untuk bekerja bahu-membahu. Keberagaman ini adalah kekuatan. Setiap individu membawa harapan baru, termasuk dalam membangun ekonomi yang lebih adil dan berkeadaban. Wakaf, sebagai instrumen ekonomi syariah, memiliki potensi besar untuk ikut serta dalam upaya pembangunan ini, meski belum menjadi prioritas. Maka dari itu, inilah momen bagi para pelaku wakaf dan aktivis ekonomi syariah untuk mengambil peran yang lebih besar. Mimpi besar tidak bisa hanya ditunggu, tetapi harus diperjuangkan bersama.

Pengembangan wakaf di Indonesia membutuhkan pendekatan yang strategis dan menyeluruh. Tiga langkah penting bisa diambil: koersif, mimetik, dan normatif. Koersif dalam arti bahwa perlu ada intervensi regulasi undang-undang wakaf perlu diperkuat dan diamandemen, menciptakan daya tarik politik yang kuat, hingga wakaf tidak lagi dipandang sebelah mata. Dengan regulasi yang kokoh, para pemimpin negeri akan lebih memahami esensi dan urgensi wakaf.

Langkah kedua, mimetik, adalah dengan memperbanyak contoh-contoh sukses wakaf, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Ini bukan hanya tentang inspirasi, tetapi tentang membuka mata publik terhadap kekuatan transformasi yang dimiliki wakaf. Jika wakaf dikelola dengan profesionalisme, transparansi, dan akuntabilitas yang tinggi, ia dapat menjadi solusi untuk banyak persoalan bangsa, mulai dari pendidikan, kesehatan, hingga pemberdayaan ekonomi masyarakat.

Terakhir, normatif, adalah soal perubahan pola pikir. Di sini, kita membutuhkan pendidikan yang kuat, pelatihan, serta pembekalan bagi para pengelola wakaf agar lebih inovatif dan kreatif dalam memaksimalkan potensi yang ada. Perubahan paradigma ini akan menciptakan ekosistem yang siap mendukung pertumbuhan wakaf nasional.

Meski wakaf belum menjadi perhatian utama di awal pemerintahan ini, kita tidak boleh larut dalam pesimisme. Seperti yang kita ketahui, perubahan besar tidak datang secara tiba-tiba. Diperlukan upaya yang kolaboratif, gerakan sosial yang dibangun dari bawah, melibatkan masyarakat, ulama, aktivis, dan para influencer untuk mengangkat wakaf ke permukaan. Saat ini mungkin kata “wakaf” masih terdengar asing di telinga beberapa tokoh sentral pemerintahan, namun tugas kita adalah untuk memastikan bahwa hal ini segera berubah. Dengan sinergi yang kuat, kita bisa memperbesar gelombang wakaf hingga menjadi salah satu tulang punggung ekonomi Indonesia di masa depan.

Wakaf bukan sekadar mimpi, ia adalah cahaya yang perlahan-lahan menyinari jalan panjang kita menuju kesejahteraan yang adil dan berkelanjutan. Dan di bawah kepemimpinan baru ini, meski awalnya belum tergambar jelas di panggung utama, kita tetap percaya bahwa angin perubahan bisa datang kapan saja, membawa harapan baru bagi ekonomi syariah dan masa depan wakaf nasional.

Di tangan kita, harapan ini hidup. Dan dengan langkah penuh keyakinan, mari kita terus berjuang, menabur benih-benih kebaikan yang suatu hari nanti akan berbuah manis, tak hanya untuk kita, tetapi juga untuk generasi mendatang.

Penulis: Iman Nur Azis (Ketua Asosiasi Nazhir Indonesia),
Jaharuddin (Dosen FEB UMJ)

Facebook
WhatsApp
Twitter
LinkedIn
Pinterest

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *